Being a nice person as well as people pleaser with lack of self-boundary is such a disaster.
Saya pribadi merasa termasuk
dalam kelompok tersebut. Saya memiliki sisi ‘baik’, kurang pandai menolak dan
cenderung menjadi people pleaser,
serta ‘prone/vulnerable to kindnesses’. Saya
mudah tersentuh terhadap kebaikan orang dan saya sangat mengapresiasinya. Unfortunately, I am not good enough in
assessing people’s true intention behind their kindness, both if they just do
it ‘as it is what it is’ or if there is any reason behind it. Sebetulnya,
saya cukup bersyukur karena saya memiliki kepekaan terhadap kebaikan yang
dilakukan oleh orang lain. Secara tidak langsung hal tersebut membuat saya lebih
bersyukur karena tersadar bahwa ‘God is
so great that He sent me His help though people’s hands’. Tapi, tentu hal
tersebut ada sisi negatifnya juga. Sisi negatifnya adalah saya jadi orang yang susah
menolak ketika dimintai bantuan bahkan ketika saya menganggap hal tersebut
merepotkan bagi saya pribadi, seperti yang terjadi pada saya beberapa waktu
lalu.
Beberapa waktu lalu saya secara tidak sengaja bertemu dengan orang-orang baik yang banyak membantu saya. Sampai sekarang saya tidak betul-betul paham niat mereka; apakah mereka benar-benar baik kepada saya karena itu memang prinsip mereka demikian (membantu sesame makhluk Tuhan) ataukah ‘ada udang di balik batu’. Tetapi, siapa kah saya berani-beraninya menghakimi niat seseorang? Singkat cerita, orang-orang tersebut meminjam saya uang yang menurut saya (ukuran bagi saya pribadi) relatif besar. Terus terang saya ragu ketika meminjamkannya. Saya agak deg-degan dan khawatir apakah orang-orang tersebut akan benar-benar mengembalikannya. Unfortunately, I am a typical person who is hard to lie about my financial. And… saying no to request of any help is just kinda too much for me. I hardly can do that terlebih pada orang-orang yang telah membantu saya dan ‘menurut’ saya tidak ‘neko-neko’. So I ‘lend’ them and until I’m writing this, still no good ‘news.’ Tapi, dua hal yang sangat mengganggu saya: 1) Apakah saya memang salah telah meminjami uang pada orang yang I barely know? Bukankah ini membingungkan? Just like a rape case. The rapist is the one that is wrong, not the victim. But we know that mostly people blame on the victim?; 2) Kalau setiap membantu saya terus-terusan berfikir apakah ini akan merugikan saya secara materi, maka saya tidak akan pernah memberi atau membantu secara materi. And I don’t think it will not suit me well.
Berhari-hari saya merasa gelisah
karena saya merasa tidak ikhlas. Saya sebetulnya sadar dan percaya bahwa semua
yang kita punya merupakan titipan Tuhan, termasuk juga uang. Namun saya masih
sulit menerima ‘kenapa cara diambilnya
harus seperti ini?’ oleh karena iman saya yang setipis tissue dibagi tiga. Ketika saya bercerita kepada beberapa teman
dekat pun saya malah makin merasa ‘bodoh’ karena begitu mudah percaya kepada
orang. Moreover, it’s about money. A
sensitive stuff. Menderita tekanan batin. Hahaha.
Beruntungnya ‘penderitaan’
tersebut berkurang drastis setelah saya memutuskan untuk bercerita kepada salah
satu kenalan saya. Tak terlalu mengejutkan, saya mendapatkan insight yang super keren setelah
bercerita dengannya. He didn’t think that
Im stupid and he assured me that I knew what I was doing. He said he 100%
believed in me that I had my own compass to redirect on every action that I am
gonna do. So he just told me what his father said ‘be good in a good way.’ OMG
Im so touched. And he didn’t think that I was not stupid! (Cry in the corner).
The words are beautifully written and so
calming but sorry, I just can conclude them in this short paragraph.
Dia memberi saya jawaban sebagai
solusi atas pertanyaan-pertanyaan saya. He
didn’t judge me at all. Dia tidak menyalahkan saya sama sekali justru dia secara
tidak langsung ‘mendorong’ saya untuk tetap melakukannya (saya sih nangkepnya
gitu, ya hehe). Doing kindness is just
doing kindness. Tentu kita harus berfikir terlebih dahulu apakah hal
tersebut akan berdampak negatif atau tidak (jangan sampai kita meminjami atau
memberi untuk keperluan judi) ‘but as Al-Qur’an
said in Surah Ar-Rahman “Apa balasan kebaikan selain kebaikan pula?’ God! Jadi
adem seketika.
Selain itu, dia juga punya solusi
yang keren untuk permasalahan ‘susah berbohong’ dan ‘susah menolak’ ketika
dimintai bantuan untuk meminjamkan uang. Here
is his solution inspired from how he does it:
Kalo aku ya ku alokasikan Lan. Katakanlah satu hari nyimpen 5000 rupiah. Sebulan berarti sekitar 150.000 yaa itu nanti kalo ada temen atau siapapun yg butuh ku kasih, mau diganti boleh, mau diambil juga boleh, pokoknya bebas lah. Misalnya di pertengahan bulan baru ada 75rb. Yaudah aku jujur punya nya cuma segitu. Kalo ternyata 3 bulan ga ada yg make yaudah mau ditransfer ke panti asuhan kah, atau mau dijajankan terserah. Biasanya setengahnya ku jajanin atau beli barang apa kek gitu. It's fun.
Ni bulan lalu aku beli jam tangan karena dananya ga ada yg make. Itung itung sedekah malah bonus jam tangan Wkwk. Dan memang perlu diperhatikan siapa yg kita bantu, tanya alasannya dengan jelas, jangan sungkan buat nanya wong dia butuh bantuan kok. Jangan sampe kita biayain orang buat judi slot. Wkwkwk.
How simple yet powerful? Aku jadi merasa… ah ternyata berbuat baik
bisa begitu terasa menyenangkan dengan cara seperti ini! Bahkan terkait hal
yang sensitif seperti uang sekalipun! Aku merasa, selama ini aku didorong untuk
berbuat baik namun tidak pernah diajari cara yang aman, supaya ikhlas, dan tidak
merugikan siapapun.
His idea has literally blown me
away! Saya tahu untuk sebagian orang hal ini ‘tidak berarti apa-apa’ karena
kalian sudah punya batasan diri (self-boundary) yang bagus. But
for me as a people pleaser, this is so helpful <3. Now I know that there is
funnier way to give or share!