Beberapa bulan ini menjadi bulan yang cukup berat.
Sejak awal Juli, banyak hal yang silih berganti datang dan pergi. Dimulai dua
minggu sebelum ujian semester genap kemarin hingga saat ini, hari berasa cukup
berat dijalani. Ada kalanya di minggu-minggu tertentu hidup bagaikan mimpi. Dunia
berasar tidak nyata, rasanya saya tidak benar-benar hidup.
Persiapan sebelum KKL dan peminatan cukup menguras
energi dan menyiksa batin. Kurang tidur,
banyak mengkonsumsi kopi, kurang makan, dan lebih sering murung. I know, it was not me. Setelah KKL,langsung
fokus ke pemulihan Ibu. Saya tahu, saya kurang pintar dan sabar dalam mengurus
orang yang sakit, but I tried my best. Masih
ingat benar, ketika di Kuala Lumpur, saya menangis saat mengetahui saya
ketinggalan checkin. Saya menangis karena takut ketinggalan pesawat sekaligus
takut gagal bertemu Ibu lebih cepat. And
that time, I heard that Mum was on ICCU room. Masih ingat benar setelah
sampai di Semarang saya langsung menuju rumah sakit di Klaten menaiki motor
yang saya pinjam dari Lidya, temen sekelas saya. I felt so creepy when I was entering the hospital bringing my luggage
like a tourist but I didn’t care. I just wanted to meet my mom as soon as
possible. I was oversensitive.
Setelah itu, saya sempat ambruk. Saya jatuh sakit. Flu berat. Saya demam, batuk-batuk, pilek. Saat diperiksa, tekanan darah saya turun menuju 80/70. Berat badan turun menuju angka 40 Kg dan suara saya menghilang selama berhari-hari. Hidup benar-benar kelabu sampai memegang ponsel pun tak sanggup.
Setelah masuk kuliah, hidup kembali seperti
setengah hidup dan mati. Walaupun sejak semester satu saya ingin masuk
epidemiologi, nyatanya saya masih mengalami shock.
Dosen baru, jadwal baru (yang tak karuan – kurang bagus menurut saya), hingga
tugas-tugas yang berbeda dari biasanya membuat saya sedikit megap-megap. Saya sering menyebut diri
saya sedang mengalami Epidemiology –
blues.
Masih ingat betapa susahnya mencoba agar terlihat biasa saja padahal pikiran melayang di rumah sakit ketika jalan-jalan di Singapura dan Malaysia. Saya masih ingat betapa hectic nya ketika saya mencari cyber
café alias warung internet di Kuala Lumpur untuk menyelesaikan tugas ‘lembaga’. Masih ingat benar stressnya saya ketika saya harus mengerjakan tugas-tugas saya
di kereta dan penginapan ketika sedang di luar kota. Pun masih ingat betapa
stressnya saya ketika saya harus mengejar deadline tugas akibat procrastination yang tiba-tiba datang
ketika pikiran mendadak kacau.
sedikit blur, namun aku merasakan adanya damai akan hadirnya pepohonan hijau hehe |
Setelah itu, saya berusaha mati-matian untuk menyeimbangkan
hidup saya. Saya ingin kembali menjadi produktif dan bahagia seperti beberapa
bulan sebelum hal-hal ini dimulai. Saya merasa burn-out. Saya mudah sekali lelah, marah, sedih, bingung, dan sepi
dalam satu waktu yang sama. Saya mencoba untuk menyeimbangkan diri dengan
melakukan hal-hal yang membuat saya senang. Saya mencoba untuk menonton serial
di Netflix, mencoba untuk menonton video hiburan di youtube, main ke kos teman,
bertemu kawan, membaca buku tentang self-improvement,
bahkan kalau sempat makan di luar walaupun sendiri.
Hari ini, banyak pesan masuk. Pesan dari teman
organisasi yang terabaikan, pesan dari kakak-kakak yang meminta bantuan review
artikel, serta pesan-pesan pentingnya. Saya mencoba berpikir sejenak. Beberapa akhir
ini saya lebih suka menjawab pesan yang kurang penting because I feel that that is what I need. Right now, I need something
light to cheer me up. Saya merasa bahwa sayalah yang bertanggung jawab
untuk membuat diri saya bahagia. Saya harus lebih egois untuk saat ini agar
saya bisa kembali dalam keadaan ‘normal’.
Namun, bukankah saya terlalu defending myself? Jika saya egois, saya mengabaikan tugas saya ke
orang lain dan organisi yang saya ikuti. Iya, saya sadar. Hampir semua organisasi
yang saya ikuti saya biarkan sejenak.
Yah, anggap saja melepas tanggung jawab. Tak harusnya saya melepas begitu saja.
Saya adalah tipe orang yang mendadak sulit
berkomunikasi ketika banyak masalah datang. Pun dalam keadaan tertekan.
Maafkan Wulan ya teman-teman, terlalu banyak orang
yang saya kecewakan hingga hari ini. Nggak terhitung sampai ga bisa mengirim
permintaan maaf satu persatu. Wulan minta maaf banget sudah mengecewakan
kalian. Actually I was disappointed when
you only asked me to do something- or to come in a meeting- without asking what
I were doing. But I realize, it was professionalism, I ought to not expect
that. But I feel just like… I was alone. And got bit stressed. Saya meminta
maaf.
Sekaligus, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang selalu berada di sisi. Kepada teman-teman terdekat, kepada teman jauh yang masih menyempatkan mengirim pesan, kepada keluarga yang selalu menerima keadaan saya bagaimanapun itu, dan kepada orang-orang yang saya temui sejenak dan memberikan senyum dan warna dalam hari-hari yang sempat kelabu. Terima kasih banyak. Jangan pernah bosan untuk selalu mendukung dan berada di sisi.
Salam hangat,