Burn Out: Sebuah Lika-Liku Hidup

September 27, 2019, by Wulan Istri


Beberapa bulan ini menjadi bulan yang cukup berat. Sejak awal Juli, banyak hal yang silih berganti datang dan pergi. Dimulai dua minggu sebelum ujian semester genap kemarin hingga saat ini, hari berasa cukup berat dijalani. Ada kalanya di minggu-minggu tertentu hidup bagaikan mimpi. Dunia berasar tidak nyata, rasanya saya tidak benar-benar hidup.

Persiapan sebelum KKL dan peminatan cukup menguras energi dan menyiksa batin. Kurang tidur, banyak mengkonsumsi kopi, kurang makan, dan lebih sering murung. I know, it was not me. Setelah KKL,langsung fokus ke pemulihan Ibu. Saya tahu, saya kurang pintar dan sabar dalam mengurus orang yang sakit, but I tried my best. Masih ingat benar, ketika di Kuala Lumpur, saya menangis saat mengetahui saya ketinggalan checkin. Saya menangis karena takut ketinggalan pesawat sekaligus takut gagal bertemu Ibu lebih cepat. And that time, I heard that Mum was on ICCU room. Masih ingat benar setelah sampai di Semarang saya langsung menuju rumah sakit di Klaten menaiki motor yang saya pinjam dari Lidya, temen sekelas saya. I felt so creepy when I was entering the hospital bringing my luggage like a tourist but I didn’t care. I just wanted to meet my mom as soon as possible. I was oversensitive.

Setelah itu, saya sempat ambruk. Saya jatuh sakit. Flu berat. Saya demam, batuk-batuk, pilek. Saat diperiksa, tekanan darah saya turun menuju 80/70. Berat badan turun menuju angka 40 Kg dan suara saya menghilang selama berhari-hari. Hidup benar-benar kelabu sampai memegang ponsel pun tak sanggup.

Setelah masuk kuliah, hidup kembali seperti setengah hidup dan mati. Walaupun sejak semester satu saya ingin masuk epidemiologi, nyatanya saya masih mengalami shock. Dosen baru, jadwal baru (yang tak karuan – kurang bagus menurut saya), hingga tugas-tugas yang berbeda dari biasanya membuat saya sedikit megap-megap. Saya sering menyebut diri saya sedang mengalami Epidemiology – blues.

Masih ingat betapa susahnya mencoba agar terlihat biasa saja padahal pikiran melayang di rumah sakit ketika jalan-jalan di Singapura dan MalaysiaSaya masih ingat betapa hectic nya ketika saya mencari cyber café alias warung internet di Kuala Lumpur untuk menyelesaikan tugas ‘lembaga’. Masih ingat benar stressnya saya ketika saya harus mengerjakan tugas-tugas saya di kereta dan penginapan ketika sedang di luar kota. Pun masih ingat betapa stressnya saya ketika saya harus mengejar deadline tugas akibat procrastination yang tiba-tiba datang ketika pikiran mendadak kacau.

sedikit blur, namun aku merasakan adanya damai akan hadirnya pepohonan hijau hehe


Setelah itu, saya berusaha mati-matian untuk menyeimbangkan hidup saya. Saya ingin kembali menjadi produktif dan bahagia seperti beberapa bulan sebelum hal-hal ini dimulai. Saya merasa burn-out. Saya mudah sekali lelah, marah, sedih, bingung, dan sepi dalam satu waktu yang sama. Saya mencoba untuk menyeimbangkan diri dengan melakukan hal-hal yang membuat saya senang. Saya mencoba untuk menonton serial di Netflix, mencoba untuk menonton video hiburan di youtube, main ke kos teman, bertemu kawan, membaca buku tentang self-improvement, bahkan kalau sempat makan di luar walaupun sendiri.

Hari ini, banyak pesan masuk. Pesan dari teman organisasi yang terabaikan, pesan dari kakak-kakak yang meminta bantuan review artikel, serta pesan-pesan pentingnya. Saya mencoba berpikir sejenak. Beberapa akhir ini saya lebih suka menjawab pesan yang kurang penting because I feel that that is what I need. Right now, I need something light to cheer me up. Saya merasa bahwa sayalah yang bertanggung jawab untuk membuat diri saya bahagia. Saya harus lebih egois untuk saat ini agar saya bisa kembali dalam keadaan ‘normal’.

Namun, bukankah saya terlalu defending myself? Jika saya egois, saya mengabaikan tugas saya ke orang lain dan organisi yang saya ikuti. Iya, saya sadar. Hampir semua organisasi yang saya ikuti saya biarkan sejenak. Yah, anggap saja melepas tanggung jawab. Tak harusnya saya melepas begitu saja. Saya adalah tipe orang yang mendadak sulit berkomunikasi ketika banyak masalah datang. Pun dalam keadaan tertekan.

Maafkan Wulan ya teman-teman, terlalu banyak orang yang saya kecewakan hingga hari ini. Nggak terhitung sampai ga bisa mengirim permintaan maaf satu persatu. Wulan minta maaf banget sudah mengecewakan kalian. Actually I was disappointed when you only asked me to do something- or to come in a meeting- without asking what I were doing. But I realize, it was professionalism, I ought to not expect that. But I feel just like… I was alone. And got bit stressed. Saya meminta maaf.

Sekaligus, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang selalu berada di sisi. Kepada teman-teman terdekat, kepada teman jauh yang masih menyempatkan mengirim pesan, kepada keluarga yang selalu menerima keadaan saya bagaimanapun itu, dan kepada orang-orang yang saya temui sejenak dan memberikan senyum dan warna dalam hari-hari yang sempat kelabu. Terima kasih banyak. Jangan pernah bosan untuk selalu mendukung dan berada di sisi. 
Salam hangat,

0 komentar

Instagram

Featured Post

Hampa

Aku berlari dan terus berlari  Rasanya lelah namun aku tak bisa berhenti  Ku berlari tanpa arah yang pasti  Tak tahu pula apa yang tengah ku...

Contact Form

Name

Email *

Message *