Kata orang, rasanya rugi jika sudah sampai di Nepal namun tidak menyempatkan trekking. Awalnya, saya skeptis dengan pendapat tersebut. Bagi saya, trekking atau pun tidak, tak menjadi masalah. Seiring mendekati hari keberangkatan, entah kenapa keinginan trekking semakin menguat. Ide trekking sepertinya menggiurkan.
Saya pun mulai rajin browsing informasi terkait trekking di Pokhara. Saya mencoba mengumpulkan berbagai informasi dari YouTube, artikel online, reels dan postingan instagram, hingga Grup Facebook. Setelah melalui pertimbangan selama beberapa hari akhirnya saya mantap untuk memutuskan bahwa saya akan mengambil jalur trekking Gorepohani - Poon Hill. Saya memilih jalur trekking ini karena beberapa alasan: 1) Sadar diri akan kemampuan - saya tidak memiliki pengalaman hiking atau trekking dengan jalur panjang, jadi saya tak berani mengambil jalur trekking yang lebih panjang seperti ABC (Annapurna Base Camp); 2) Jalur ini cukup terkenal dan touristy sehingga besar kemungkinan kita akan menjumpai banyak turis - tak khawatir tersesat; 3) Tidak perlu guide - saya memang berencana solo; 4) Menurut berbagai ulasan, jalur ini cocok untuk segala usia; 5) Banyak opsi dan kemudahan accessibility (kita bisa melakukan pendakian mulai dari 2 hingga 5 atau 7 hari). Saya berencana untuk trekking selama 3 - 4 hari. Jika memungkinkan, saya akan mampir ke Ghandruk. Jika tidak, tak masalah.
Tahap Persiapan
Selain mempersiapkan diri dengan berbagai informasi tentang jalur trekking dan
tips and trick selama trekking, saya juga mulai menyiapkan beberapa peralatan yang dibutuhkan selama trekking. Jaket
puffer, ponco/jas hujan,
warmer pads (
foot, hand, and body warmer pads), dan set baju trekking saya bawa dari Indonesia. Untuk kaus tangan
(gloves) dan
trekking pole, saya memilih menyewa di Pokhara (Oh ya, bodohnya saya lupa untuk menyewa
head lamp). Saya menyewa
di sini (Sunrise Trekking Equioment Store) karena setelah saya cek, tempat inilah yang reviewnya paling bagus. Menurut ulasan, staf di sini jujur. Mereka tak akan menyarankan
customer untuk menyewa/membeli sesuatu jika memang dirasa tak diperlukan
. Obat-obatan untuk mengantisipasi
altitude mountain sickness (AMS) pun saya beli di apotek di Pokhara. Jika kalian lupa membawa sesuatu, tak perlu khawatir! Semua peralatan trekking bisa didapat di Kathmandu (yang terkenal adalah area Thamel) atau Pokhara (daerah Lake Side yang terkenal) baik dengan membeli baru, membeli
secondhand, atau menyewa.
Saya memerlukan izin (permit) untuk trekking karena Poon Hill ini masuk ke dalam kawasan Annapurna Conservation Area Project (ACAP). ACAP Permit ini bisa didapatkan di Tourism Center, baik di Kathmandu maupun Pokhara. Saya tak memiliki cukup waktu sehingga saya memutuskan untuk apply ACAP Permit secara online. Biaya yang harus dibayarkan yakni sebesar 3.000 NPR. Prosesnya cukup cepat dan permit tersebut langsung dikirim ke e-mail saya untuk selanjutnya dicetak.
Hari I Trekking: Birethanti - Ulleri
Saya berencana untuk naik bus langsung meluju Ulleri dengan maksud agar saya bisa menyelesaikan rute trekking Ulleri - Gorephani - Ghandruk dalam tiga hari. Menurut informasi yang saya dapat, saya bisa naik bus menuju Ulleri langsung dari Baglung Park. Pagi itu, saya langsung naik ojek menuju Baglung Park. Nahas, ternyata strike masih berlanjut sehingga tak ada bus yang beroperasi. Di tengah kebingungan, seorang menawarkan jasa ojek untuk mengantarkan saya ke Birethanti. Dia mematok tarif 3.500 NPR. Karena saat itu kalut, saya menawarnya menjadi 3.000 NPR dan tak perlu usaha kuat untuk 'ngotot', Bapak Ojek pun menyetujuinya. Saya merasa ada yang salah namun saya mencoba berbaik sangka karena biaya untuk sekali makan juga berkisar di angka 500 NPR. Mana di tengah jalan saya masih berbaik hati memebelikannya minuman, pun! Hahaha. Dasar turis kena scammed!😭 Benar juga prediksi Viki bahwa saya pasti akan kena scam 😢. Ya sudah lah, ya.
Saya sampai di Birethanti setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam. Sejujurnya, saya sangat menikmati perjalanan dari atas motor. Pemandangannya super cantik! Saya tak henti-hentinya takjub. Melihat Danau Phewa dari kejauhan, melihat hamparan hijau di bawah, sungguh pemandangan yang enak dipandang. Rasanya seru seperti
road trip! (Emang road trip, nggak, sih?)
Walaupun kalau diingat-ingat, agak nyesek juga, sih! 3.000 NPR!
 |
Sungai di Depan Pos Pengecekan Birethanti |
Perjalanan dimulai dengan melapor diri ke pos dan dilanjutkan trekking dengan destinasi akhir Ulleri. Perjalanan ditempuh dengan menyusuri jalanan penuh tangga di desa-desa yang cantik dan jalan bebatuan yang juga menjadi akses Jeep. Pemandangan di sepanjang jalur trekking sangatlah cantik! Di awal, jalur ini didominasi oleh pemandangan sungai yang jernih.
 |
Sungai yang Jernih
|
 |
Jalan Lintasan Jeep |
Jujur, hari pertama ini adalah hari yang paling berat di antara hari lainnya. Langit pagi hingga siang hari cerah dan udara terasa panas dan gerah. Saat itu, saya tak muluk-muluk harus bisa sampai Ulleri. Kalau harus bermalam di Tikhedhunga, pun saya tak mengapa (drama). Sedikit-sedikit saya berhenti untuk beristirahat. Saking capainya, saya sempat berbaring di tepi sungai. Tiba-tiba, seorang bapak-bapak menghampiri saya. Dengan bahasa Inggris a la kadarnya, beliau mencoba berkomunikasi dengan saya. Sepertinya, beliau khawatir karena melihat saya terbaring dan ingin memastikan bahwa saya baik-baik saja. Kami pun mengobrol sedikit. Ternyata, rumah beliau tak jauh dari tempat saya beristirahat. Jika hal ini terjadi di Indonesia, sudah pasti saya akan takut dan mengira bapaknya akan menarik iuran ilegal (pungli) atau berniat jahat pada saya.
 |
Pemandangan Hijau nan Menyegarkan |
 |
Berbaring with a View |
 |
Bapak Baik Hati |
 |
Kerbau Merumput
|
 |
Jalur Trekking Melewati Pedesaan |
Setelah beberapa jam menyusuri jalur trekking sendirian tanpa berpapasan dengan trekker lain, akhirnya muncul Mas-Mas keturunan Pakistan (sebut saja Mas Mansoor) yang ternyata tujuannya sama-sama ke Poon Hill. Nantinya, kami bertiga (dengan guide-nya) akan menginap di teahouse/hotel yang sama. Dengan adanya mereka, saya merasa sedikit lega karena akhirnya saya bertemu sesama trekker. Jujur saja, jalan sendirian terkadang bisa sedikit menakutkan karena takut jika-jika saya salah arah atau yang lain.
Agak mengejutkan, ternyata saya bisa sampai di Tikhedunga tengah hari. Banyak penginapan sekaligus restoran di desa ini. Karena saya masih kenyang, saya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Di sinilah kejadian tak terduga terjadi. Sebuah pesta pernikahan digelar di desa ini. Para tamu duduk di sekitar jalur trekking. Beberapa orang memainkan musik dan beberapa yang lain menari mengikuti alunan musik. Saya bertanya pada tamu apakah saya bisa lewat di sana dan mereka mempersilakan saya lewat. Sesampainya di depan para pemusik, trekking pole saya diambil oleh penari dan saya dipaksa untuk menari! Saya sudah melambaikan tangan tanda tak setuju namun mereka tetap membujuk saya. 'Ini kalau saya nggak menari, makin runyam nanti. Yaudah lah, ikutan nari. Biar cepet beres dan kelar,' batin saya. Akhirnya, saya menari sebisanya dengan membawa backpack. Untung dulu sempat les nari pas SD, nggak nyambung tapi ya sudah lah.
Saya mampir untuk makan siang di restauran seorang Magar yang baik hati dan berperangai menyenangkan berkat saran Mas Mansoor. Saya memesan sepiring nasi goreng dan mengobrol asyik dengannya. Saat beliau tahu bahwa teman saya seorang Magar, dia terlihat begitu kaget sekaligus
excited. Kami ngobrol
ngalor-ngidul dari satu topik ke topik lain. Sempat beliau kepingin memperlihatkan kebunnya jika saya memiliki waktu. hahaha. Sayang sekali saya harus melanjutkan perjalanan karena sore itu mendung (bahkan sempat gerimis). Saya harus segera menyusul Mas Mansoor dan
guide-nya (Pak Narayan) di hotel karena sudah berjanji untuk bertemu di sana.
 |
Setelah 'Insiden' Menari |
 |
When you travel solo, sometimes your pic looks like this |
 |
... and sometimes look like this |
 |
Nasi Goreng Ayam |
Perjalanan dari restoran menuju Ulleri ini adalah perjalanan yang paling kejam. Tangga tiada habis-habisnya. Saya ngos-ngosan, terpaksa beristirahat tiap berhasil menaiki beberapa anak tangga. Rasa-rasanya waktu istirahat saya jauh lebih lama dibandingkan trekking itu sendiri. Akhirnya, saya bisa mencapai teahouse setelah mengerahkan seluruh tenaga! Makan siang yang baru saja saya santap pun terasa sudah ludes, lapar lagi. Mas Mansoor menyambut saya sambil tertawa-tawa. Saya mencibirnya karena jelas-jelas teahouse ini bukan berada di Ulleri. Teahouse ini terletak di ujung Ulleri yang mana sudah masuk desa lain.
Perjalanan ditutup dengan makan dal bat, mandi air hangat, dan takjub dengan bunga tanaman hias cemara.
 |
Dal Bat |
 |
Bunga Tanaman Hias Cemara (baru tahu kalau ada bunganya! haha) |
Hari II Trekking: Ulleri - Gorephani
Pagi disambut dengan pemandangan pucuk Machapucare (Fishtail Mountain) dari teahouse. Jelas dan cantik betul! Saya membayangkan, apakah esok ketika mendaki ke puncak Poon, langit akan cerah juga? Pagi itu saya sarapan Roti Chapati yang dipesan malam sebelumnya. Saya sengaja berangkat duluan karena pada akhirnya, toh, saya akan menjadi yang paling akhir sampai di tujuan. Pendakian hari kedua adalah yang paling mudah dan paling singkat. Hanya perlu waktu kurang lebih 4 jam (5 jam untuk saya) untuk mencapai Gorephani. Perjalanan ini didominasi oleh hutan yang landai. Bila musim hujan, siap-siap harus berhadapan dengan tanah yang becek dan lintah. Untungnya, saya tak menemui lintah satu pun. Mungkin karena waktu itu masih awal masa peralihan menuju
moonson. Rimbunnya pohon di hutan membuat perjalanan menjadi semakin menyenanagkan karena udara terasa sejuk dan panasnya matahari tak terasa begitu menyengat. Oh ya, jika kalian ingin ke Poon Hill, waktu yang paling bagus untuk trekking adalah pada bulan Maret - Mei. Pada bulan ini, langit akan cenderung cerah, udara nyaman dan pas untuk trekking, dan Bunga Rhododendron di sepanjang jalur akan mekar.
 |
Ujung Machapucare (Fishtail Mountain) |
 |
Hutan |
 |
Meowdel |
 |
Jalur Trekking yang Longsor |
 |
Anjing (setia dan suka ngikutin trekker untuk dapat makanan) |
 |
Tiba di Gorephani |
 |
Restoran di Sunny Hotel
|
 |
Restoran di Sunny Hotel
|
 |
Welcome Drink - tidak untuk semua tamu (hanya tamu tertentu - hehe)
|
Sesampainya di Sunny Hotel, Gorephani, saya langsung memesan makan siang: Dal Bat lagi. Di sini, hal-hal tak terduga nan ajaib terjadi. Mas Mansoor, yang bisa berbahasa Urdu, ngobrol banyak dengan pemilik hotel. Mereka mengobrol panjang kali lebar yang tentu saja saya tak paham apa yang mereka bicarakan. Tapi, satu hal yang saya sadari: pemilik hotel ini adalah one of the most kindest person I've ever met! Sedikit banyak, saya mendengarkan cerita beliau dan merasa takjub (mungkin saya perlu menulis tentangnya dan hotelnya di post terpisah lain waktu).
Entah bagaimana ceritanya, seperti
kecipratan rejeki Mas Mansoor (yang mana ternyata beliau ini adalah
travel contect creator sekaligus YouTuber), saya pun diajak untuk ikut
tour oleh pemilik hotel ini bersama dengan Mas Mansoor dan Pak Narayan. Pak Dam akan mengantarkan Mas Mansoor untuk mengambil
video footage di beberapa tempat. Sebetulnya, pada tahap ini saya merasa tak enak karena seakan-akan saya mendapatkan keuntungan dari Mas Mansoor (pertama: karena seakan-akan saya mendapatkan guide gratisan - Pak Narayan; dan kedua: karena saya seperti mendapatkan keuntungan hanya karena saya bersama Mas Mansoor). Namun, di tengah perjalanan, saya mendengar dia berkata
"If it's her destiny then it will always come to find her. Maybe we got this service because of her too, we never know. See? A stranger paid for his visa." Mendengar itu, saya jadi lega, terharu, dan berusaha untuk tak berkecil hati.
 |
Naik pick up |
 |
Danau Suci |
 |
Jepretan oleh Mas Mansoor (Cr: Mansoor) |
 |
Temple |
 |
Hujan Es |
 |
Saya dan Pak Narayan |
 |
Bersama Pak Dam Bahadur, pemilik Sunny Hotel (cr. Mansoor) |
 |
Having Fun with The Hill! (Cr: Mansoor) |
 |
Chai (Teh dengan Susu Kerbau) |
 |
Like a Fairy Tale |
 |
Pak Dam dan Mas Mansoor |
 |
Look at The Tip of The Mountain! |
Destinasi pertama yang kita kunjungi adalah sebuah danau suci yang digunakan untuk sembahyang. Katanya, jika pasangan ingin memiliki anak, mereka bisa datang untuk berdoa di kuil dekat danau ini. Setelah itu, kita menuju bukit untuk melihat Gorephani dari atas. Sayang sekali, hujan es turun ketika kami masih berasa di tengah perjalanan. Kami pun mengurungkan niat dan berputar haluan kembali ke mobil pick up. Setelahnya, kami mampir di rumah pasutri penduduk lokal dan dijamu dengan chai - teh dengan campuran susu kerbau. Saya tak tahu pasti siapakah beliau ini dan kenapa kami mampir. Mereka berbicara dengan bahasa lokal dan saya pun menyimak dengan seksama walaupun tak tahu artinya. Ya sudah lah, nanti aku nunggu video Mas Mansoor di YouTube saja yang sudah pasti ada transkripnya, batin saya. Di sinilah petualangan hari kedua berakhir. Tulisan ini singkat namun perjalanan bersama Pak Dam inilah yang paling berkesan di benak saya. Benar-benar di sini saya disadarkan bahwa mungkin keputusan saya ke sini saat itu sudah tepat. Jika saya kemari saat peak season, mungkin saja saya tak akan bertemu dengan Mas Mansoor dan Pak Narayan. Lebih mungkin lagi saya tak akan menginap di Sunny Hotel dan bercakap dengan keluarga pemilik hotel karena mereka pasti akan sibuk menjamu tamu. Semuanya terasa semakin ajaib sekarang! Benar-benar di luar dugaan!
MashaaAllah.
Hari III Trekking - Gorephani - Poon Hill - Gorephani - Ulleri
Trekking hari ketiga dimulai pada pagi buta sekitar pukul 03.30 waktu setempat. Udara dingin sekali. Kesalahan tak membawa head lamp terasa di sini. Jadi, saya harus menyalakan flash ponsel saya untuk menerangi jalan. Sungguh tidak nyaman karena harus memegang trekking pole juga. Kalau boleh dibilang, jalan dari Gorephani menuju Poon Hill juga cukup kejam. Hanya saja terbantu oleh dinginnya malam sehingga rasanya tak sekejam jika harus mendaki di siang hari. Perjalanan dari Gorephani menuju Poon Hill normalnya dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih satu jam. Tentu saja saya memerlukan waktu lebih! Hahaha.
Sesampainya di atas, hal yang kami khawatirkan benar-benar terjadi:
expect the unexpected. Langit berawan. Barisan Pegunungan Himalaya tak nampak. Jika cerah, kita bisa melihat Puncak Annapurna, Machapucare, dan Dhaulagiri nampak. Kami mencoba untuk menunggu kurang lebih satu jam, namun tak ada harapan. Pada akhirnya, kami turun kembali ke hotel karena setelah ini kita harus meneruskan perjalanan menuju Ulleri dan harus tiba sebelum pukul 02.00 siang. Bus terakhir akan berangkat menuju pukul 02.00 siang sehingga tak ada opsi untuk ketinggalan bus. Oh ya, mulai hari ini, bus sudah mulai beroperasi.
 |
Sampai di Poon Hill |
 |
Two coffess for Pak Narayan and Mas Mansoor, one chocolate for me |
 |
Cloudy but can you see a glimpse of the iced-mountains?! |
 |
Pepohonan dan Bukit-Bukit |
 |
Jika tak blur, foto ini sepertinya akan jadi faoritku. Sayang lensa kameranya berjamur jadi nggak nyadar kalau ternyata hasil fotonya blur :( |
 |
View sedikit lebih cerah setelah kita turun |
Setelah sarapan, saya pun berpamitan kepada keluarga pemilik hotel dan melanjutkan perjalanan menuju Ulleri. Perjalanan kali ini seharusnya tak terlalu berat, namun target harus tiba di sana sebelum pukul dua siang membuatnya menjadi berat. Fun fact, tak ada masalah dengan kaki saya di hari pertema dan kedua. Tak ada rasa pegal atau nyeri, semuanya baik-baik saja. Namun, setelah turun dari Ulleri dan sampai di Pokhara, kaki saya hampir tak bisa berjalan 😂.
Rute perjalanan bus Ulleri - Pokhara cukup menantang. Jalanannya sempit sehingga jika ada kendaraan papasan, salah satunya harus mengalah. Saya sempat kegirangan dan berteriak memanggil Mas Mansoor saat bus yanag kami tumpangi menyeberangi sungai! (Ya! Tak salah baca: menyeberangi sungai - bukan menyeberangi jembatan) dengan harapan supaya dia mengambil footage ini. Sayang sekali saya tak sempat mengambil foto. Perjalanan ini mengingatkan saya pada foto-foto yang dikirimkan Viki beberapa tahun yang lalu. Bus yang melewati jalanan mendebarkan, jalan kaki melewati hutan-hutan, dan ancaman lintah di musim hujan. Rasanya, saya menjadi lebih bisa relate dengan cerita-cerita Viki setelah saya mengalaminya.
Epilog
Perjalanan ini penuh kejutan, sesuai judul: expect the unpexted. Banyak sekali kejadian tak terduga pada perjalanan ini: bus strike, kena scam, bertemu Mas Mansoor, Pak Narayan, dan Pak Dam beserta keluarga, mendadak harus berjoget, sinyal internet hilang, diajak tour oleh Pak Dam, terkena hujan es, bertamu ke rumah warga lokal, dan masih banyak hal lain. Kejadian yang mengenaskan, menyenangkan, mengejutkan, hingga kejadian yang membuat terharu biru pun ada. Seluruhnya berpadudan dan tentu suatu saat saya akan merindu.
Walaupun mungkin tak bisa tersampaikan menyeluruh (karena yang nulis sudah kehabisan tenaga hahaha) namun perjalanan ini sungguh berkesan bagi saya. 'Berdua dengan diri sendiri', kebaikan orang-orang yang saya temui, serta semua hal yang terjadi selama trekking benar-benar membuat saya bertanya-tanya pada diri sendiri "Do I deserve all of their love and kindness? What kinda good things that I've ever done? Am I as nice as them? Do I always try to help others?"
Biarlah pertanyaan itu tetap menjadi pertanyaan selamanya.
0 komentar