Menapak Tilas Gunung Gambar

September 19, 2022, by Wulan Istri

Sama halnya dengan perjalanan ke Sragen untuk mengunjungi Museum Sangiran, perjalanan ini juga sama dadakannya. Perjalanan ini (02/08/2022) saya rencanakan hari itu juga. Pada hari sebelumnya saya seperti ‘merasa’ kangen pengen naik-naik bukit lagi. Gunung Sepikul dan Gunung Pegat sudah pernah saya daki dan saya ingin mendaki bukit yang berbeda. Saya teringat tentang Gunung Gambar yang sering saya dengar sejak kecil namun belum pernah saya daki. Jangankan daki, tahu letaknya dimana saja saya tidak tahu. Saya iseng-iseng browsing di Google apakah bukit ini bisa dikunjungi seperti Gunung Sepikul dan Gunung Pegat dan ternyata hasilnya sedikit mengejutkan. Gunung ini bahkan menjadi tempat wisata karena di sana terdapat Petilasan Pangeran Sambernyawa dan juga tempat untuk melaksanakan Upacara Nyadranan yang dilakukan setiap tahun. Saya pikir “Hm…. Boleh juga.”

Saya berangkat keseesokan harinya sekitar jam tiga sore menaiki motor dengan bantuan Google Maps. Namun, sayang seribu sayang… saya keblasuk karena mengikuti jalur tercepat dan bukannya jalur ‘ternyaman’. Saya harus mengikuti jalan pedesaan yang bolong-bolong dan penuh dengan tikungan dan tanjakan yang mengerikan. Ternyata, ada jalur yang lebih bagus apabila kita berangkat dari daerah Sukoharjo yaitu melewati jalan Sambeng. Terdapat beberapa tanjakan dan tikungan yang cukup curam sehingga kita perlu berhati-hati dan tentunya memastikan rem bekerja dengan baik sebelum berangkat. Untuk mencapai sana, kita akan melewati perkampungan penduduk setelah keluar dari jalan raya utama. Pemandangan sawah juga akan terhampar di kiri dan kanan bagan jalan di luar kawasan hunian. Tidak cukup ramai bahkan cenderung sepi.

(Pura-pura) candide

Saya akhirnya sampai di pintu gerbang yang bertuliskan Petilasan Sambernyawa. Setelah memasuki pintu gerbang tersebut, kita dapat menjumpai area parkir beserta loket tiket masuk petilasan tersebut. Harga tiket sebesar Rp. 3.000,00 sudah termasuk asuransi sebesar Rp. 200,00. Sangat amat terjangkau. Saya memarkirkan motor kemudian berjalan mengikuti petunjuk untuk sampai di pendhopo. Jalanan menuju pendhopo tidak terlalu jauh namun sangat sepi. Di kiri-kanan jalan hanya terdapat pepohonan jati dan pepohonan berkayu lainnya. Suara burung dan berbagai serangga dapat sangat terdengar jelas. Bagi seseorang yang sangat logis dan tertarik terhadap science and nature pasti akan sangat senang mendengarkan dan menerka bunyi hewan apakah gerangan. Sayang, suara-suara tersebut malah membuat saya jadi sedikit agak merasa horror karena saya benar-benar sendirian.

Di ujung jalan akan terlihat sebuah pendhopo yang berada di tepi tebing. Dari sini kita bisa melihat lembah di bawahnya beserta barisan pegunungan sewu lain yang berlapis-lapis. Pemandangannya cantik hingga saya sempat lupa akan kekhawatiran saking deg-degannya. Jalan-jalan di bawah nampak mengular membentuk lekukan-lekukan yang cantik. Perumahan dan petakan-petakan sawah juga terlihat apik dari atas. Saya jadi berfikir, “Begini saja cantik apalagi kalau pas musim penghujan, pasti pemandangannya akan lebih ‘hijau’. Apalagi kalau musim padi sudah menguning siap panen.”

Gerbang Menuju Petilasan

Pendhopo Bergaya Joglo

Pemandangan dari Pendhopo

Saya melihat ke sisi kanan dan sisi kiri. Di sisi kiri terdapat sebuah tangga menuju sebuah bangunan dan di sisi kanan terdapat sebuah tangga yang saya tidak tahu ada apa gerangan di sana. Akhirnya, saya mencoba menaiki tangga di sebelah kanan terlebih dahulu. Terdapat papan keterangan arah masuk dan keluar jalur petilasan. Apabila kita mengikutinya, kita dapat menemukan sebuah pelataran yang digunakan oleh warga lokal melaksanakan upacara Nyadranan. Dari sini bisa kitabisa melihat pedesaan di sebelah kanan jalan setapak. Apabila kita terus berjalan, kita dapat menemukan sebuah Pohon Asem (atau Randhu, ya?) yang usianya cukup tua. Apabila kita terus mengikuti jalan setapak, kita akan menemukan tangga untuk naik ke bagian atas. di sana, kita akan menemukan petilasan tempat Gading Mas moksa dan petilasan Pangeran Sambernyawa ketika dia bertapa atau ‘semedi’.

Tangga di Sebelah Timur


Tempat Gading Mas Moksa

Petilasan Pangeran Sambernyawa

Tangga Menurun 

Pemandangan Sisi Selatan

Matahari Segera Terbenam

Apabila Anda berkunjung sendirian dan tidak terlalu berani dengan ‘sepi’, maka ada baiknya Anda datang ke sini di hari Minggu. Menurut warga lokal yang tinggal di sekitar area petilasan, pengunjung di hari Minggu lebih banyak dibandingkan dengan pengunjung di hari-hari lain. Pun jika pengunjung lumayan banyak maka bisa memesan kopi atau jajanan dari warga sekitar. Atau, silakan datang bersama teman ke sini sehingga tidak perlu deg-degan untuk mengeksplor berbagai sudut tempat ini.

Tempat ini sangat nyaman untuk bersantai. Di sore hari, kita bisa menikmati angin sepoi-sepoi di sini sambil menunggu matahari terbenam. Jika kalian penyuka buku, membaca buku di sini juga bukanlah ide yang buruk. Suasananya sangat tenang dan damai. Suatu saat, saya ingin berkunjung ke sini lagi. 

0 komentar

Instagram

Featured Post

Hampa

Aku berlari dan terus berlari  Rasanya lelah namun aku tak bisa berhenti  Ku berlari tanpa arah yang pasti  Tak tahu pula apa yang tengah ku...

Contact Form

Name

Email *

Message *