­
­

Sehari Menjelajah Pulau Ternate

April 06, 2025, by Wulan Istri

Pendaratan penerbangan kali ini disambut oleh birunya laut serta gagahnya Gunung Gamalama. Saya membuang pandang ke luar jendela pesawat dan mengedarkan pandang. Sebuah kejadian langka mendarat di bandara yang berdekatan dengan laut! Selamat datang di Kota Ternate, Pulau Ternate! Ketika mendengar kata 'Ternate', bayangan saya langsung menuju masa dimana kolonialisme masih bercokol di Tanah Air. Kata kunci seperti Kesultanan Ternate dan Tidore, penjajahan, dan rempah-rempah langsung muncul dalam kepala. Memang tak bisa disangkal bahwa sejarah pulau ini erat hubungannya dengan hal-hal tersebut. Ternate, yang dijuluki sebagai kota rempah, merupakan primadona serta surga bagi para penjelajah rempah di masa lalu. Kesan awal saya terhadap pulau ini: pemandangannya cantik dan udaranya sepertinya segar. Baiklah, mari kita berkenalan lebih jauh nanti!

Gunung Gamalama dari jendela pesawat

Saya berencana untuk road trip mengelilingi Pulau Ternate dengan menggunakan sepeda motor. Agenda saya hari ini adalah sebagai berikut: bangun pagi, jalan pagi ke tepi pantai, pergi mengambil sepeda motor sewaan, lalu lanjut road trip. Namun, seringnya realita tak sesuai rencana, ada zoom meeting dadakan sehingga saya harus menyempilkan jadwal meeting setelah jalan pagi. Mengenaskan. 

Selesai meeting, saya langsung cabut ke tempat sewa motor untuk mengambil unit dengan menggunakan moda ojek motor online. Oh ya, platform transportasi online yang tersedia di sini adalah Maxim, Gojek, dan Grab. Hanya saja, Grab Car adalah satu-satunya taksi online yang diperkenankan menjemput penumpang di lobby bandara. Untuk menyewa motor, pilihan saya jatuh di sini. Selain harganya yang cukup kompetitif, tempat ini tidak mengharuskan kita memiliki SIM C. Kita hanya perlu mengisi formulir, menunjukkan tanda identitas (selain KTP), dan menyerahkan KTP sebagai syarat administrasi. Syarat standar penyewaan motor.  

Saya memulai perjalanan ini dengan mengunjungi Istana Kesultanan Ternate untuk melihat Museum Kedaton bersama dua rekan. Istana ini menjadi tempat kediaman para Sultan Ternate dari dulu hingga kini. Kesan pertama yang saya tangkap ketika memasuki gerbang istana ini ialah bangunannya yang cenderung 'bergaya' Eropa. Sekilas, saya menangkap beberapa detail: pohon mangga, pendopo, dan abdi dalem. Sesampainya di sana, kami dihampiri oleh seorang Bapak yang saya tebak adalah seorang abdi dalem (tidak yakin juga beliau ini penjaga, staf, atau yang lain) dan beliau menyampaikan bahwa kunjungan museum hari ini ditutup. Saya kecewa, barangkali dua rekan saya juga kecewa. Sayang sekali, batin saya. Untungnya, melihat-lihat di sekitaran istana masih diperbolehkan. Bapak tersebut mendampingi kami untuk melihat beberapa sisi istana ini. Kami menyempatkan mengabadikan momen di depan kedaton yang cantik ini sebelum akhirnya kami memutuskan untuk berkunjung ke Benteng Tolukko. Fyi, fakta menarik yang saya dapat dari Bapak abdi dalem ini adalah: dikibarkannya bendera kesultanan di tiang menandakan bahwa Sultan sedang bertugas di kediamannya. Sebuah simbol yang memudahkan masyarakat untuk mengetahui keberadaan Sang Sultan. Menarik!
Teras istana yang menhadap ke arah laut

Befoto di depan teras istana

Halaman/taman di depan istana

Jarak antara Istana Kesultanan Ternate dengan Benteng Tolukko tidak begitu jauh dan dapat ditempuh dalam hitungan menit. Sesampainya di sana, kami disambut dengan awan hitam yang bergelayut di langit. Sungguh benar kata Mas Rental Motor tadi, cuaca di Ternate tak bisa ditebak. Begitu kami memarkirkan motor, kami langsung berfoto-foto tanpa ba-bi-bu demi menghemat waktu. Benar saja! Baru beberapa menit, gerimis mengguyur. Saya yang masih asyik memandang birunya laut dan berencana untuk mengintip setiap sudut bangunan ini harus terpaksa urung. Apa dikata. Musuh alam bukanlah padanan. Kami kembali ke hotel untuk berpisah. Rekan saya yang satu sebentar lagi harus mengejar pesawat, satunya lagi harus kembali bekerja. Kami saling berpamitan dan mengucapkan salam perpisahan. 
Benteng Tolukko

Celingukan mengintip setiap sisi benteng

Pemandangan arah laut dari atas benteng

Pemandangan arah gunung dari atas benteng

Sekarang, tinggalah diri ini sendiri. Petualangan solo akan dimulai! Saya akan memulai perjalanan ini dimulai dari pusat Kota Ternate ke arah selatan menyusuri tepi pulau hingga akhirnya menjadi bulatan sempurna. Selama perjalanan, saya curi-curi kesempatan untuk mampir di beberapa tempat. 


Benteng Kalamata 

Sebuah benteng yang berada persis di tepi laut. Dibangun oleh Portugis pada abad ke-16 silam. Bentuknya unik seperti penyu. Ketika saya berkunjung, saya merupakan satu-satunya turis di tempat ini. Tak ada tiket masuk maupun petugas parkir. Secara ukuran, benteng ini sedikit lebih luas dibandingkan dengan Benteng Tolukko. Arsitekturnya unik. Ada semacam jalan mini yang memberi jeda supaya air laut tak mencium pagar benteng secara langsung. Saat itu, cuaca masih agak mendung. Angin berhembus kencang namun saya tetap senang! Bagaimana tidak? Di ujung sana ada pemandangan Pulau Maitara! Oh ya, sempat berjumpa dengan anak-anak Ternate yang saya taksir masih bersekolah di bangku SD. Kami berbasa-basi sedikit dan rasanya... rasanya sungguh menyenangkan bercakap-cakap dengan mereka! Saya banyak tertawa karena pertanyaan-pertanyaan polos yang kadang aneh dari mereka. Seindah inikah percakapan masa kecil? 
Anak-anak sekitar yang bermain di benteng

Penampakan dalam benteng

Penampakan luar benteng

Pemandangan dari benteng

De View Cafe and Resto Ternate 

Alasan saya mampir ke kafe tak lain dan tak bukan karena saya mengincar view Pulau Maitara dan Pulau Tidore seperti yang ada pada mata uang seribuan (kafe ini letaknya dekat sekali dengan Danau Ngade yang memiliki spot cantik untuk berfoto). Sayang sekali, saya tak bisa berlama-lama duduk sambil menikmati pemandangan ini. Saya take-away pesanan susu, berfoto sekali, kemudian langsung melanjutkan petualangan!
Pulau Maitara dan Pulau Tidore yang diselimuti awan

Difotoin sama orang tapi over exposured. Nggak papa, tetap berterima kasih soalnya malu kalau mau minta retake 🙏

Danau Tolire 

Danau ini tampil menawan dengan airnya yang berwarna kehijau-hijauan. Dikelilingi pepohonan hijau nan rindang dan dijaga oleh Gunung Gamalama di belakangnya. Saya cukup takjub dengan pemandangan ini: perpaduan apik antara danau dan gunung! Hal yang membuat saya heran adalah sebuah fakta bahwa pernah ditemukan buaya di danau ini sehingga pengunjung diminta berhati-hati. Kata orang-orang, jika beruntung maka dapat bertemu dengan buaya, jika tidak beruntung berarti tergigit buaya. Ada-ada saja 😂. Di sana, saya berpapasan dengan serombongan keluarga yang berasal dari Sulawesi yang ternyata sudah cukup lama tinggal di Ternate. Mereka menawarkan bantuan untuk mengambil gambar saya yang tentu saja saya sambut dengan anggukan sumringah!

Jika kawan melihat pada peta, ada dua danau yang letaknya saling berdekatan: Danau Tolire dan Danau Tolire Kecil. Tak usah bingung dan tak usah risau, tuju saja Danau Tolire. Saya dibuat kecewa oleh ekspektasi saya sendiri yang menginginkan untuk melihat kedua danau tersebut. Tahunya, Danau Tolire Kecil ini hanyalah seperti... kolam tambak ikan 😒😓. Saya menyesal karena saat itu sejujurnya saya sudah langsung bablas menuju arah utara setelah menengok sang sulung, Danau Tolire. Saya pikir, 'Ah putar balik, ah. Sayang ga lihat Danau Tolire Kecil sekalian. Sungguh, zonk!
Danau Tolire dengan Gunung Gamalama yang bertopi mega

Difotoin sama orang tapi keliatan pendek (emang aslinya pendek, sih). Nggak papa, tetap berterima kasih soalnya malu kalau mau minta retake 🙏 (2)


Pantai Sulamadaha 

Meminjam istilah gaul ala Gen Z, kesan pertama saya terhadap pantai ini adalah 'sus' atau suspicious. Bagaimana tidak? Pertama, foto-foto di Google cantik sekali. Sebuah tempat untuk snorkeling tanpa pasir laut sedangkan pantai yang ada di hadapan saya ini memiliki pasir hitam. Kedua, pantai ini dilalui oleh truk yang membawa material-material bahan bangunan. Ketiga, hampir tak ada pengunjung di pantai ini namun terdapat penjaga tiketnya! Berarti tujuan saya benar, dong? Eitttsss. Ternyata saya salah dan baru menyadarinya ketika menulis jurnal ini. Saya kira, jika bukan orang lokal, turis pun akan tersesat sama seperti saya. Tak ada signage atau tanda yang jelas. Ternyata, untuk menuju tempat snorkeling, kita harus berjalan agak jauh ke ujung tepi. Sebenarnya, saya sempat diberi tahu oleh seorang (sepertinya) supir bahwa ada pantai yang lebih bagus namun harus masuk lagi. Sayangnya, ketika saya mengecek, jalanan seolah buntu. Sepertinya memang akses menuju ke sana kurang bagus. Apa boleh buat. Ya sudah. Saya habiskan beberapa waktu untuk mengambil gambar sambil merenung apakah perlu mampir ke Batu Angus. 


Tips agar tidak tersesat seperti saya: Ketik 'Sulamadaha Bay' di Google Maps, jangan 'Sulamadaha Beach'. 

Pantai Sulamadaha

Matahari sedikit demi sedikit meluncur ke arah barat, bersiap-siap dipeluk malam, dan saya segera beranjak ke arah timur, menjauh karena cemburu dengan matahari. Bersama deru motor sewa ini, berpacu melawan waktu. Ayo kita selesaikan misi mengitari pulau!

Epilog

Perjalanan ini sungguh menyegarkan. Udaranya bersih, pemandangannya ciamik. Disini, saya melihat banyak bunga cengkih yang dijemur oleh warga, berpapasan dengan gerombolan kambing di jalan, bahkan sempat memberi boncengan kepada seorang kakek. Sebuah pengalaman baru. Saya tutup hari ini dengan temu kangen dengan seorang kawan yang bekerja di kota ini. Makan ikan bakar sambil melepas rindu. 

Catatan:

  1. Misi untuk mengitari Pulau Ternate ini terdengar ambisius dan tak pernah ada dalam rencana awal saya. Rencana awal saya hanyalah ingin jalan-jalan pagi, ke benteng, dan duduk bengong sembari ngopi-ngopi santai di sebuah kafe di pinggir pantai. Pengalaman saya mengelilingi Pulau Lombok memakan waktu beberapa hari. Pulau Samosir di tengah Danau Toba juga ternyata tak 'sekecil' itu untuk dikelilingi. Jadi, saya tak punya bayangan untuk road trip. Untungnya, Mba Sasti meyakinkan saya bahwa pulau ini dapat dikelilingi dalam hitungan jam. Baiklah! Atas campur tangannya, perjalanan dadakan ini akhirnya terlaksana jua. Terima kasih, Mba Sasti!
  2. Sewaktu road trip, saya sempat bertanya-tanya dimanakah tempat akhir pembuangan sampah di pulau ini? Selama beberapa hari di kota ini, saya merasa bahwa kota ini bersih. Saya jadi penasaran kemana larinya sampah-sampah tersebut. Usut punya usut, tempat pembuangan sampahnya berada di sekitar area antara Danau Tolire dan Pantai Sulamadaha. Sedih. Semoga manajemen pengelolaan sampahnya lebih baik.  

0 komentar

Instagram

Featured Post

Sehari Menjelajah Pulau Ternate

Pendaratan penerbangan kali ini disambut oleh birunya laut serta gagahnya Gunung Gamalama. Saya membuang pandang ke luar jendela pesawat dan...

Contact Form

Name

Email *

Message *