Pagi-pagi terpaksa bangun untuk mengejar bus menuju Pokhara yang dijadwalkan berangkat pukul 07.00 waktu setempat. Penumpang harus sampai di titik pemberangkatan 30 menit sebelum jadwal. Saya menyeret koper saya ke jalanan sambil mengantuk akibat drama tadi malam. Saya memesan taksi secara daring melalui aplikasi setempat, Taphao. Tak terlalu sulit untuk berkomunikasi dengan pengemudi di sini karena banyak yang bisa berbahasa Inggris. Hanya saja, dibandingkan berkomunikasi dengan pesan teks, mereka lebih memilih menelepon langsung. Hal ini yang sedikit membuat kikuk karena terkadang saya kesulitan untuk menangkap maksud jika aksen yang mereka gunakan kental. Pertama kali memesan Pathao, saya blank dan bingung dengan apa yang dimaksud oleh pengemudi dan dengan polosnya saya berkata "I'm sorry, I can only speak English." dan dari seberang telepon terdengar jawaban "Yeah, I'm speaking English, Mam." Woadoooh agak malu, sih, tapi yauwis lah ya 🤣.
Jarak antara penginapan dengan titik keberangkatan bus sebetulnya tidak jauh, hanya 1.2 km. Fiks, bule-bule (tidak bermaksud rasis) pasti lebih memilih jalan kaki. Mohon maaf, ya, saya pilih yang nyaman-nyaman saja karena saya membawa koper. Di tengah jalan, taksi yang kami tumpangi dicegat oleh sekerumunan orang dan mereka berbicara dengan pengemudi menggunakan bahasa setempat. Saya tak tahu pasti apa yang mereka bicarakan namun kata pengemudi, sih, setelah mengantarakan saya, beliau tidak boleh lagi menarik penumpang dan harus beristirahat hari ini. Jika tidak, maka hal buruk bisa saja terjadi. Saya sempat loading dan menerka "Oh, ini mungkin karena strike yang dimaksud Viki tadi malam." Beruntung saya masih mendapatkan kesempatan.
Bus ini akan membawa kami menuju Pokhara dengan durasi tempuh kurang lebih 10 jam. Bus ini nantinya akan berhenti beberapa kali selama perjalanan yang terdiri dari 1 kali lunch break (30 menit) dan beberapa kali short break untuk ke toilet atau membeli cemilan dan kopi. Saat short break, saya tak beranjak keluar karena saya memilih tidur di dalam bus. Saya hanya turun ketika lunch break di rest area. Di sana, kita bisa membeli set buffet makan siang dengan dua varian menu: menu western dan Nepali. Karena masih khawatir perut belum siap dengan makanan lokal, saya memilih western set yang cukup familiar. Kedua set menu tersebut dibanderol dengan harga Nrs. 500.
Rest area ini berada di tepi sungai. Sebagai pencinta sungai, saya suka sekali dengan lokasi yang sedekat ini dengan sungai! Setelah makan, saya berjalan ke arah tepi sungai sembari menunggu bus berangkat lagi. Sungguh, rasa-rasanya saya ingin menurunkan gelar 'Sungai Tercantik yang Pernah Saya Lihat" dari sungai-sungai yang saya lihat sepanjang perjalanan Palu - Poso ke sungai ini! Sungai ini cukup lebar dan bersih (minim sampah). Sungai alami yang jarang tersentuh oleh sampah ini lah yang sangat saya sukai!
![]() |
Sungai di Tepi Rest Area |
![]() |
Menuju Tepi Sungai |
![]() |
Western Set (yang nggak western-western amat haha) |
![]() |
Pemandangan selama Perjalanan |
![]() |
Pemandangan Sungai dari Dalam Bus |
Perjalanan dari Kathmandu menuju Pokhara bisa dibilang bukanlah perjalanan yang mudah dan nyaman. Jalannya (bisa dibilang) cenderung rusak dan aspalnya belum sebagus di Indonesia. Namun... pemandangannya sungguh menkajubkan. Sayang sekali saya tidur hampir sepanjang perjalaanan sehingga saya kehilangan kesempatan untuk menyaksikan full-version pemandangan Kathmandu - Pokhara.
Sesampainya di Pokhara, saya naik ojek menuju penginapan. Lagi-lagi, saya pesan via Pathao. Sengaja saya memilih ojek motor karena strike dan memberinya ongkos lebih karena tak enak membawa koper. Hahahaha. Saya bersyukur karena bisa sampai di Pokhara tepat waktu (atau bahkan lebih awal? Saya lupa) sehingga saya bisa beristirahat sejenak sebelum berjumpa dengan kawan!
Kami berjanji untuk bersua di sebuah titik di area Lake Side yang berjarak 1,2 km dari penginapan. When we first met, I was so excited dan hal pertama yang dia ucapkan adalah "Wulan, you look like exactly the same in real life!" Ngakak! Ya emang harusnya gitu, nggak, sih? Atau mungkin harusnya gue terlihat lebih cantik, kali, ya? Lah, mulai ngelantur.
Kami berjalan serampangan tak tahu arah yang dituju. Memang dasarnya anak rumahan yang jarang keluar rumah, ditambah lagi nggak besar di Pokhara, dia pun nggak terlalu tahu tempat hang out yang oke di Pokhara. Karena sama-sama clueless, saya pun request untuk makan malam karena saya belum makan! Karena sudah kepingin banget makan momo, akhirnya kami memutuskan untuk mencari restoran yang menjual momo. Kami pun masuk secara asal ke sebuah restoran yang 'sekiranya' menjual momo. Sejujurnya, saya mengutuki kenapa dia tidak berusaha mencari rekomendasi tempat makan!
Kami duduk di meja dan pramusaji mengantarkan buku menu. Selain kami, hanya ada satu grup turis yang ada di resto tersebut. Setelah saya mencoba membuka buku menu dan melihat harganya, saya langsung berpikir "Gils! Ini mah restoran fancy! Ya sudah, tak apa-apa. Aku yang akan bayarin." begitu tekat saya (sok-sokan). Akhirnya, kami pesan steamed momo dan dua gelas milkshake (saya lupa pasti nama menunya).
Review jujur? Restorannya cukup oke, dim light-nya memberikan kesan hangat, terdapat pertunjukan tarian Nepal (customer boleh berpartisipasi ikut menari di depan). Untuk yang mencari ketenangan, makan di resto saat ada jadwal hiburan tarian sangat tidak disarankan. Untuk makanannya rasanya cukup oke. Hanya saja untuk lidah orang Indonesia, steamed momo-nya terasa asin. Saran saya, kalau mau mencoba makan momo sebaiknya pilihlah yang Jhol Momo. Jhol Momo ini berkuah sehingga dapat sedikit menawarkan rasa asin dari momo yang cukup strong.
![]() |
Steamed Momo |
Oh ya, di sana saya bertemu dengan staf (?) yang bisa berbahasa Melayu karena beliau sempat bekerja di Malaysia. Hahaha. Akhirnya kami mengobrol sedikit dengan bahasa Melayu dan membiarkan Viki kebingungan sendiri. Para staf mengira bahwa kami berdua adalah orang Indonesia - maklum, wajah orang Nepal mirip dengan orang Indonesia- namun setelah Viki berbicara dengan bahasa Nepal, mereka terkejut dan mulai bercakap dengan bahasa Nepali. Kini, gantian saya yang bingung dibuatnya, tak mengerti apa yang mereka bicarakan. Ternyata, mereka membicarakan tentang prasangka mereka yang mengira Viki adalah orang Indonesia dan bahwa staf restoran tersebut memiliki kekasih orang Indonesia.
Oh ya, pada akhirnya, Viki yang membayar tagihan makan malam kami. Hahahaha. I said, "Anyway, thank you! I used to tease you if I ever came here, you have to buy me momo and now you do!" but he said he didn't remember that. Ishhhhh! Oh iya, kami sempat mampir toko buku sebelum makan. Sewaktu saya membayar kartu pos di meja kasir, saya tak sengaja meninggalkan ponsel saya. Petugas pun memberikannya pada saya (pada saat itu kami masih berada di toko buku). Respon Viki? "Wow, brilliant! Very brilliant!" Saya hanya ngakak saja. Hahaha.
Setelah makan, kami beranjak menyusuri tepi Danau Phewa sembari ngobrol ringan. Malam itu, angin berhembus cukup kencang jadi agak dingin. Di sana, banyak orang yang menjual minuman hangat khas Nepal. Saya ingin membelinya namun Viki tak berkenan. Apalah daya. Dia bersikeras akan menemani untuk membeli namun dia tak mau minum. Ishhhh. Saya pun batal beli. Akhirnya, dia setuju untuk membeli tapi saya tak mau kalau alasannya karena mau menemani saya saja. Sampai sekarang masih penasaran rasanya gimana!
Danau Phewa ini cantik sewaktu sun set. Kita bisa menyewa perahu atau bermain kayak di danau ini. Harganya bisa dibilang terjangkau. Sayang sekali saya tak mencobanya. Jika kalian ke Pokhara, wajib hukumnya berkunjung ke danau ini. Jalan pagi lalu bengong di tepi danau pasti rasanya menyenangkan! Peacefulnes is everywhere around Pokhara!
Seperti di Indonesia, di sana juga ada jasa mengambil foto. Mereka akan memotret dan mengirimkan soft file foto ke ponsel kita. Saya tertarik untuk mencobanya! Sebaliknya, Viki awalnya keberatan dan dilihat dari ekspresi mukanya, dia sepertinya menganggap ide ini sangat konyol - alias malu-maluin. Tapi, berkat paksaan saya akhirnya dia mau tak mau mengalah dan meladeni keinginan saya. Hahaha. Ketika saya berinisiatif ingin menanyakan harganya, Viki bilang "Biar aku saja. Nanti kamu kena scam (harga)." So, pertemuan ini ditutup dengan foto persama di tepi danau.
Happy-Yippie-Me dan Viki dengan wajah tertekan dan 'terpaksa'-nya (1/3) |
Happy-Yippie-Me dan Viki dengan wajah tertekan dan 'terpaksa'-nya (2/3) |
Happy-Yippie-Me dan Viki dengan wajah tertekan dan 'terpaksa'-nya (3/3) |
Eh, BTW ono sing lucu. Pas pose kaping telu, mase ngarahke gaya kon padha-padha ngulatno dikirane dhewe pasangan. Ngakak. Tak jawab "Eh, wegah. dhewe udu pasangan, Mas. Piye nek dhewe lunggu wae?" Mase ngolehne dan setuju. Dadilah pose ketelu iku HAHAHA. BTW, aku nyesel. Kudune aku foto-foto dewe meneh. Hahaha soale nik foto nggo hapeku dewe kan hapeku kentang aowkowkwowko.
***
Pertemuan singkat kedua ini akan menjadi pertemuan terakhir kami selama saya di Nepal. Pertemuan yang sangat singkat ini kami isi dengan makan malam bersama di Restoran Halal Lazeez kemudian menyusuri tepian Danau Phewa (lagi). Kali ini, saya request untuk ke Disney Land a la Pokhara. Asli, pas saya masuk ke area Disney Land KW ini, tak henti-hentinya saya tertawa! Kalau di Indonesia, Disney Land ini seperti pasar malam. Beneran mirip pasar malam yang ada di kabupaten saya yang mana pasar malam ini akan berpindah dari satu tempat ke tempat lain setelah menetap selama beberapa minggu/hari.
Ide tak waras saya muncul kembali: saya ingin naik Ferris Wheel. Tak seru jika sendirian, saya pun menyeret Viki menjadi tumbal. Dia menganggap ide ini gila dan dia menolaknya. Dia bilang, saya bisa mencobanya sendiri dan dia akan menunggu saya. Bukan Wulan jika tak pandai memaksa, akhirnya dia pun menyerah 'mengelak' lalu pasrah akan keinginan saya. Dua tiket terbeli dan saatnya experiencing the fake Disney Land of Pokhara 🤣.
Putaran pertama, aman. Putaran kedua, masih juga aman. Kita bisa melihat Danau Pokhara dari atas. Cantik! Lama-lama, kok putaran makin cepat? Saya panik, agak takut. Saya hanya bisa diam dan memejamkan mata. Viki? Dia berteriak-berteriak dan memaki saya! "You're crazy girl!", "Thank you, Ms. Wulan!" Dia tak bisa diam hampir sepanjang putaran. Saya hanya bisa tertawa sambil menahan diri supaya tidak terlihat panik. Overall, this experience is really worth to try! Oh ya, setelah naik ini, Viki kehilangan nafsu makan hingga hari esoknya. Hahaha.
![]() |
Ferris Wheel |
***
Epilog
Dear Vikram,
Sepertinya kamu tak akan pernah membaca postingan ini but if you do, I just wanna let you know that I'm grateful to know you. Although almost 70% percent of the time (since we knew each other) I always make you annoyed and vice versa, I truly enjoy this friendship. I caused a lot of drama but you could bear it. And you stayed. Thank you for that. Thank you for everything. Now, time flies and it's your turn to cause a lot of 'drama' with your tight schedule. We might not communicate as often as before but hey! I think we successfully pass our adulthood life?! Life is so crazy and there are so many things in this world that make us so anxious to face the future. We're afraid of future. We're afraid of uncertainty. And look at us... our life might not perfect but we thrive and we survive!
Try to think of it! Isn't it a miracle?
I wish (I mean, I really wish) that I could spend more time with you. I wish, we could talk more - both through our head and heart - in silence while enjoying the breezy-windy Phewa Lake. But, that's okay. Thank you for being with me on my first day and (almost) last day in Pokhara! Thank you for creating both 'opening-and-closing-memory' highlight of my Pokhara memories. I will always remember those moments!
Take care!
sending a warm hug,
Wulan Istri