Ketinggian yang Tak Lagi Terasa Sama

December 28, 2025, by Wulan Istri

Pada suatu masa, hiduplah seroang perempuan yang bermimpi untuk 'terbang'. Ia telah hidup lebih dari 17 tahun namun belum pernah sekalipun ia merasakan bagaimana rasanya 'terbang' di atas awan. Ia menanti dan terus mencari kesempatan kapan waktu itu akan datang. She yearned it. She prayed it in silence. 

Beberapa tahun setelahnya, kesempatan itu datang. Jantungnya berdebar, ia begitu girang tak kepalang. Pemandangan pesawat dari balik dinding kaca, ruang tunggu yang terasa menyenangkan (perempuan itu sama sekali tak suka menunggu), ah semuanya rasanya menyenangkan! Tak sabar untuk segera merasakan taxi dan take off! Akankah aku berdebar cemas ketika take off? Akankah aku menikmatinya? Akankah selama perjalanan akan aman? Bagaimana rasanya ketika pesawat menembus awan? Apakah awan-awannya cantik? Begitu banyak pertanyaan di kepala! Sungguh penuh!

Duduk di atas pesawat adalah momen langka. Ia begitu menikmati momen ini. Menyaksikan pramugara/i memperagakan alat keselamatan penerbangan adalah ritual yang tak boleh dilewatkan. Ia akan memberikan atensi sebagai bentuk penghormatan. Jika tak repot, ia akan membuka lembaran buku jurnalnya dan menulis sesuatu tentang hari itu. Ada kalanya sebuah senyum tipis tersungging di bibirnya kala melihat hamparan awan cantik atau pelangi yang menyembul di antara awan-awan. Perempuan itu mampu menahan kantuk demi menyaksikan keseluruhan pertunjukan langit. 

Hampir mendarat

Pemandangan dari windows seat

Deru mesin pesawat yang terdengar samar, hamparan langit luas yang diselimuti awan dengan berbagai bentuk dan ukuran, juga semburat sinar mentari yang menyembul dan merekah dari balik awan. Semuanya terasa ajaibDi balik jendela pesawat, perempuan itu duduk hampir selalu tegak. Pandangannya fokus tertuju pada di luar jendela. Berkali-kali, bahkan sudah tak terhitung lagi, ia membidik pemandangan itu dengan kameranya. Ia mengecek hasil fotonya, kemudian mengulanginya lagi jika tak puas. 

Sekarang, keadaan sudah berubah. Perempuan itu juga berubah, ia tak lagi sama. Ia turut berubah bersama dengan keadaan. Entah kata apa yang tepat untuk mendeskripsikan keadaan perempuan itu. Mungkin 'melankolis'? Atau 'skeptis'? Atau 'apatis'? Entahlah. Suka-suka kau saja sebagai pembaca mau nyebutnya kek mana. 

'Terbang' yang dulunya selalu dia anggap sebagai sesuatu yang menyenangkan, kini rasanya lebih seperti pelarian, an escape. Setiap kali perempuan itu menjejakkan kakinya ke bandara, raut mukanya terlihat lelah. Senyumnya sudah jarang terlihat. Memang raut mukanya tidak mengekspresikan kesedihan melainkan sesuatu yang lain, sesuatu yang tak bisa kupahami. Raut mukanya seperti menunjukkan tanda-tanda lelah, pikiran penuh, dan sebagian lagi tak bisa kuartikan. Sorot matanya pun terlihat berbeda. Sepasang mata itu tak lagi berbinar. 

Pernah aku bertanya padanya, apa yang membuatnya berubah menjadi demikian? Dia sendiri pun mengaku tak tahu pasti apa penyebabnya. Yang dia tahu, dia merasa lelah. Lelah yang tak bisa terhapus bahkan oleh 'terbang'. Mungkin memang mindset dia selama ini sudah berubah. Ujarnya, "Dulu, 'terbang' identik dengan petualangan, menjelajah tempat baru. Sekarang, naik pesawat lebih identik dengan pekerjaan. Pikiranku sudah penuh dengan pekerjaan. Hahaha." Aku tak tahu apakah itu ungkapan yang paling jujur darinya atau bukan. 

Pernah pada suatu masa, saking mengantuk dan lelahnya dia, dia terlelap ketika pesawat masih taxi. Ketika dia membuka matanya, pemandangan di luar jendela sudah bukan lagi bandara melainkan hamparan gumpalan putih. Rupanya dia ketiduran saking capainya, sampai-sampai ia tak merasakan momen take off. Semenjak kejadian itu, dia menyadari sesuatu: sepertinya dia jatuh cinta lagi dengan 'terbang'. Setelah kejadian itu, dia sadar bahwa tidur yang nyenyak dapat dia dapatkan ketika di dalam pesawat. Saat berada di ketinggian, bisingnya dunia seakan teredam, meninggalkan suara deru mesin yang terdengar sayup-sayup dari dalam. Di ketinggian, tak seorang pun manusia bisa menjangkaumu melalui pesan WhatsApp (Thank God penerbangan domestik belum ada wifi gratis yang bisa buat akses WhatsApp). Dunia rasanya bebas! Bebas dari denting bunyi notifikasi dan distraksi dunia. Yah... meskipun hal ini hanyalah rasa bebas yang fana dan sementera, katanya

Ketika kutanya apakah dirinya masih suka terbang, dia menjawab 'masih.' Aku tersenyum. Di dalam hati aku berdoa semoga penerbangan-penerbangannya selanjutnya lebih 'hangat' dan ramah untuknya. Semoga sepasang mata itu kembali berbinar melihat gate dan pemandangan di balik jendela pesawat. Semoga hatinya kembali melonjak girang ketika ia issued tiket pesawat. Semoga langkahnya ringan ketika menginjak bandara manapun itu. Aku doakan semoga dia segera menemukan sparks itu kembali. 

Langit masih sama, rasanya yang kini berbeda. 



0 komentar

Instagram

Featured Post

Ketinggian yang Tak Lagi Terasa Sama

Pada suatu masa, hiduplah seroang perempuan yang bermimpi untuk 'terbang'. Ia telah hidup lebih dari 17 tahun namun belum pernah sek...

Contact Form

Name

Email *

Message *