Tahun Baru di Desa yang Sunyi

May 27, 2018, by Wulan Istri

Kami duduk berjejer membentuk dua baris panjang yang saling berhadapan. Tersaji nasi putih, omelet, piring beserta sendok dan segelas air putih di tengah barisan. Menu sederhana memang. Tapi menurut saya pribadi, menu itu merupakan menu yang paling lezat yang pernah kami santap selama di Cerme jika dibandingkan dengan Mie Becek ala Santi, Sayur Asam darah ala Nur, Telur Dadar keasinan pengen nikah ala Wulan dan bahkan mengalahkan nasi goreng dari warteg sebelah penginapan. Kami makan bersama , satu piring untuk berdua. Sebagian besar menambah nasi karena saking enaknya laparnya. Nasi di panci magic com sampai ludes tak bersisa.

Belum juga kami selesai makan, dua orang Mas-Mas sudah berdiri di depan penginapan kami. Mula-mula mereka diam saja sambil duduk menunggu. Mungkin karena kami tak memberikan respon akhirnya Masnya agak gerah juga. Pintu diketuk dan mereka menyampaikan niat untuk mengundang kami ikut merayakan malam tahun baru 2018. Saya agak jengkel memang karena mereka datang terlalu awal tapi ya sudah lah. Usut-punya usut ternyata mas-mas tadi menunggu sampai kami selesai makan dan bersiap-siap. Jalanan menuju tempat perayaan tahun baru gelap, penerangannya tidak cukup terang dan intervalnya kurang rapat. Selain itu jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain juga cukup renggang. Maka beruntunglah kami dijemput dan dikawal oleh Mas-Mas tadi walaupun hanya jalan kaki.























Sampai di sana kami disambut dengan sangat baik dan diberikan pelayanan (kalau boleh saya bilang) kelas VIP. Jujur, saya pribadi merasa sangat dihargai dan dihormati sampai-sampai saya pekewuh sendiri. Kami dipersilakan duduk di kursi dan disuguhi minuman. Kami hanya disuruh duduk sambil menunggu cemilan dan barbeque-barbequean siap makan. Para pemuda dan pemudi hilir mudik dari dapur menuju halaman rumah. Para lelaki terlihat sibuk membuat dan mengaduk-aduk es teh dan beberapa terlihat menghibur. Ada yang menyanyi, memukul ketipung atau hanya menekan tuts organ tunggal yang sebenernya jikalau tidak ditekan juga iramanya sesudah sesuai dengan settingan. Para perempuan terlihat membawa piring-piring berisi cemilan, nasi, bahan untuk memanggang ayam serta setumpuk piring.

Jujur, saya dan mungkin teman yang lain merasa bosan. Tahun baru masih tiga jam lagi namun kami sudah mengantuk. Maklum, kegiatan seharian berhasil menguras tenaga. Kami pamitan untuk pulang terlebih dahulu namun tidak diperbolehkan dengan alasan harus makan terlebih dahulu yang artinya kami harus menunggu pemanggangan ayam selesai. Akhirnya kami ikut-ikutan membantu mempersiapkan acara walaupun sebenarnya tidak diperbolehkan dan kami lebih banyak duduknya daripada kerjanya. Hanya untuk membunuh waktu, alasan saya.

Selesai makan mereka belum juga memperbolehkan kami pulang, “Mbok menunggu penyalaan kembang api, to, Mbak” begitu katanya. Sebetulnya kami ngotot pulang karena kami juga belum menata formasi kursi dan meja untuk acara cek kesehatan besok. “Tenang, Mbak, nanti kita bantu,to, kalau masalah menata meja kursi.” Kami pasrah, kalah. Perut kenyang karena makan malam dua kali. Sambil duduk-duduk malas dan melantunkan lagu, kami menunggu waktu malam tahun baru tiba.

“Hitung Mundur dari sepuluh!”

Kami ikut-ikutan berhitung bersama mereka. Kembang api meletus, aroma kembang api menguar. Malam yang pekat tanpa bintang dihiasi oleh percikan api merah, kuning dan hijau. Tawa kami mengalahkan lelah. Teman-teman mengajak untuk make a wish dan saya ikut-ikutan. Saya berharap agar ibadah saya bertambah baik dan saya bisa menjadi orang yang bisa lebih bermanfaat di tahun ini. Itu saja yang saya inginkan. Saya merasa hampa, pun teman saya pasti lebih merasakannya. Inilah pertama kalinya kami merayakan tahun baru di sebuah desa terpencil tanpa sinyal. Rasanya terharu mengingat perjuangan teman-teman yang mau menunda kepulangan ke kampung halaman, duduk menunggu berjam-jam hingga berhari-hari demi mendapatkan tandatangan, mencari peralatan cek kesehatan di seantero Semarang, mencari donator sana sini hingga terjatuh sakit dan harus opname di rumah sakit. Ingin rasanya saya menangis. Menangis karena bahagia dan bersyukur bahwasanya saya dianugerahi teman-teman yang begitu hebat serta bisa menutup tahun 2017 dan mengawali tahun 2018 dengan sebuah pengabdian. Terimakasih kawan, Wulan sayang kalian!

0 komentar

Instagram

Featured Post

Hampa

Aku berlari dan terus berlari  Rasanya lelah namun aku tak bisa berhenti  Ku berlari tanpa arah yang pasti  Tak tahu pula apa yang tengah ku...

Contact Form

Name

Email *

Message *