Selalu Ada Alasan Kenapa Tuhan Mempertemukan Dua Insan

July 15, 2018, by Wulan Istri

Tiba-tiba saja tangan ini gatal untuk menulis. Sebenarnya ada banyak hal yang ingin saya tuliskan di sini namun waktunya selalu kurang tepat. Maka, here I am and I’m ready to tell you about.
Beberapa minggu yang lalu merupakan ulang tahun Ko Otto, salah satu kenalan (yang saya anggap sebagai sahabat) dari media sosial yang sampai sekarang belum pernah bertemu sekalipun. Awalnya saya berkenalan dengannya lewat line. Aneh memang pun asal-muasalnya bisa berkenalan juga cukup aneh. Saya hanya tahu sekilas dari timeline ask.fm Ko Kevsas dan (rupanya) kebetulan saat itu Ko Otto sedang hits. 

Singkat cerita Ko Otto komen di status line Ko Kevsas dan kubukalah profilnya dan klik “add.” Iseng memang. Sebuah notifikasi pesan baru muncul, dari Ko Otto. Pesannya cukup singkat, “Siapa, ya?” saya kelabakan. Saya kira dia tidak akan notice karena memang sebenarnya saya hanya iseng saja. Dari situlah awal perkenalan saya dengan seorang Ko Otto, mahasiswa Pendidikan Dokter UNAIR dan sekarang sudah menjalani Co-Ass. Aneh memang. Berawal dari sebuah keisengan dan kemudian benar-benar menjadi seperti seorang teman.

Sejak saat itu, ketika saya bingung mengenai sebuah permasalahan kesehatan saya akan segera chat Ko Otto karena di awal perkenalan Ko Otto pernah bilang “Kalau mau tanya-tanya, ke aku juga boleh.” Suatu ketika Ibu Saya harus menjalani rawat jalan dengan seorang dokter spesialis syaraf namun dokternya tidak mau menjelaskan detail permasalahannya padahal Ibu saya sudah bertanya. Saya bingung karena sudah berkali-kali diperlakukan sama. Saya Chat Ko Otto, cerita jikalau Ibu saya diberikan obat ini dengan hasil rontgen seperti ini. Akhirnya Ko Otto menelepon saya lewat whatsapp. Berhubung sinyal di desa jelek dan putus-putus jadi Ko Otto mengalah untuk menelepon saya dengan telepon biasa, beda operator pula. Ko Otto menjelaskan pada saya pelan-pelan arti dari rontgen tersebut dengan bahasa kedokteran yang lebih disederhanakan. Pun dia juga menjawab pertanyaan saya dengan sabar. Kejadian ini tak hanya sekali, namun berulang beberapa kali. 

Akhirnya karena tidak tahan dengan dokter spesialis pertama, Ibu saya pindah ke dokter spesialis syaraf yang lain dan kali ini dokternya mau menjawab pertanyaan-pertanyaan Ibu yang cukup bawel hehe. Dan yang saya heran adalah, diagnosis Ko Otto beserta anjurannya sama dengan apa yang dikatakan oleh dokter spesialis. Bukan apa-apa tapi saat itu Ko Otto belum lulus S.Ked juga. Saya yang saat itu masih berniat ingin menjadi seorang dokter pun bertekad “Kalau saya jadi mahasiswi kedokteran, saya mau seperti Ko Otto! Baik dan cerdas.” Kadang-kadang saya bisa mendengar dari ujung telepon kalau Ko Otto sedang membolak-balik bukunya ketika saya bertanya terhadap beberapa hal. Menyenangkan dan membuat saya semakin ang ing eng kagum.
 

***

Suatu saat saya melihat timeline Ko Otto di facebook. Dia beserta timnya berhasil menjadi juara satu di ajang olimpiade kedokteran bidang Neurologi. Cepat-cepat saya meneleponnya dan bilang di akhir telepon, “Ko Otto, selamat ya! Ko Otto menang lomba olimpiade kedokteran, kan?” respon Ko Otto datar, “Oh ya. ya. Kamu tahu dari mana?”. “Dari timeline Ko Otto di facebook, hehe.”

“Oh ya, ya. Makasih juga yak arena waktu itu kamu tanya-tanya ke aku tentang HNP jadi aku belajar banyak tentang HNP. Dan kemarin waktu aku lomba, aku dapat pasien HNP.”

Deg. 

Saya speechless.

Inikah jawabannya atas semua pertanyaan yang ada di dalam isi kepala saya. Selama ini saya bertanya-tanya, kenapa saya mengenal Ko Otto dengan cara yang awkward dan aneh tak pernah diduga sebelumnya? Kenapa Ko Otto begitu baik sekali kepada saya padahal saya tak bisa membalasnya? Kenapa saya dan Ko Otto ditakdirkan oleh Tuhan untuk saling kenal? Ternyata inilah jawabannya. Karena mungkin saja Allah mengirimkan bantuannya untuk saya melalui Ko Otto dan begitu pula sebaliknya. Mungkin saja Allah mengirimkan sedikit petunjuk untuk Ko Otto melalui pertanyaan-pertanyan saya mengenai HNP yang sangat berguna baginya. 

Saat itu saya merasa terharu. Rencana Tuhan memang sangat sempurna. Dan saya percaya bahwa pertemuan bukanlah sebuah kebetulan belaka melainkan sebuah takdir dimana ada sebuah alasan Tuhan mempertemukan kita. 

Terima kasih Ko Otto karena selalu ada untuk saya ketika saya benar-benar membutuhkan. Terima kasih karena selama ini sudah menyempatkan waktu untuk saya di sela-sela kesibukan koass. Oh ya, pernah saya chat kemudian diread saja. Hampir sebulan chat itu nganggur tak dibalas namun akhirnya telepon masuk. Darinya. Isipembicaraan? Menanyakan apa yang ingin saya tanyakan dan permohonan maaf karena baru bisa mengubungi sekarang karena terlalu sibuk! Saya speechless lagi.
Sekali lagi terima kasih banyak atas ilmunya, atas perhatiannya (sampai menanyakan air bersih segala), dan semuanya yang Ko Otto pernah berikan. Saya bukan siapa-siapa Ko Otto tapi Ko Otto berhasil membuat saya lebih percaya diri karena Ko Otto nggak pernah sekalipun menggap remeh pertanyaan saya yang kadang-kadang terdengar “sepele.”

Selamat Ulang Tahun, Ko Otto! Semoga KoAss segera selesai dan tahun depan sudah menjadi Dokter Otto. Amiinnn. Semoga dilancarkan untuk spesialisnya, ya, Ko!

Satu kisah penutup dari Ko Otto sebagai bahan perenung.

Beberapa kali (mungkin dua kali) Ko Otto chat saya hanya untuk menanyakan kabar saya dan memastikan apakah saya baik-baik saja. Pesannya berisi “Bagaimana kabar?” dan saya hanya membalas “Baik, Mas.” atau “Baik, Ko.” Kemudian chat itu kandas. 

Suatu ketika saya ingin bertanya padanya perihal suatu hal. Sebelum to the point, saya basi-basi terlebih dahulu.
 
“Ko Otto, gimana kabarnya?”
 
Chat balasan masuk berbunyi “Baik. Kamu gimana?”
 
Saya lagi-lagi speechless. Setega inikah saya? Saya tidak pernah menanyakan kabarnya ketika saya dichat bagaimana keadaan saya.
 
Lagi-lagi, terima kasih karena Ko Otto adalah salah satu sahabat yang telah mengajarkan banyak pelajaran dan arti kehidupan yang tak bisa saya pelajari di dunia kuliah, tentang perhatian, kebaikan, dan membantu tanpa memandang siapakah orang itu. Terima kasih, Ko. Saya tidak akan pernah menyesal mengenal Ko Otto sekalipun dengan cara aneh. Thanks my doctor!

3 komentar

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Kok adem ya aku bacanya :') terimakasih wulan karena sudah membagikan cerita yang amanahnya nyampe ke hati para pembacanya. Keep going! ♥

    ReplyDelete
    Replies
    1. UUUU thank you, ya, udah mampir ke blog aku. Amiin... semoga berkualitas ya, tulisan selanjutnya hehe :D

      Delete

Instagram

Featured Post

Hampa

Aku berlari dan terus berlari  Rasanya lelah namun aku tak bisa berhenti  Ku berlari tanpa arah yang pasti  Tak tahu pula apa yang tengah ku...

Contact Form

Name

Email *

Message *