Kampung Nelayan Jety di George Town (Penang Trip part II)

July 20, 2020, by Wulan Istri

Selepas dari Penang Sentral, saya melangkahkan kaki ke arah selatan menuju perkampungan nelayan. Saya mengikuti arah maps lalu menelusuri jalanan sempit layaknya lorong koridor. Sempat juga saya tersasar dan menemui jalan buntu. Saya berbalik arah, kembali mengikuti maps. Tak lama, sampailah saya di depan sebuah temple bergaya China di ujung jalan. Saya masuk dan menelusur ke dalamnya. Jalanan tersebut dihimpit oleh rumah-rumah tempat para nelayan tinggal.

 

Kuil sembahyang 


Rumah-rumah tersebut dibangun di atas laut. Dinding dan tiangnya terbuat dari kayu. Pun jalanan yang saya lalui juga terbuat dari bilahan kayu. Rumah-rumah tersebut tak terlalu besar namun saya rasa nyaman untuk mereka tinggal. Tak jarang saya menemui ruang sembahyang di bagian depan ketika saya melongok melihat ke dalam. Beberapa rumah memasang peringatan supaya para wisatawan tak mengambil foto rumahnya. Siapa bisa tahan untuk tak mengambil foto kalau suasananya ciamik seperti ini?

 

Karena sudah senja, lorong menjadi sedikit gelap. Beberapa rumah di sepanjang lorong juga menjual berbagai pernak-pernik khas Penang seperti totte bag, kaos, juga souvenir lainnya. Lampion khas China juga tergantung di atap, semakin mempercantik suasana lorong yang sudah berasa China. Dan lihat! Inilah pemandangan yang disuguhkan oleh perkampungan jety nelayan ini!

 

Rumah diatas laut dengan papan kayu 

Saya tak henti-hentinya tersenyum dalam hati. Bersyukur pula. Inilah tempat yang saya idam-idamkan untuk datang berkunjung. Hamparan gedung-gedung Butterworth terlihat dari sini. Beberapa boat tertaut pada dermaga mungil. Para pengunjung asyik berswafoto ada pula yang hanya duduk santai menikmati panorama laut sambil sesekali mengambil foto. Perhatian saya sempat tercuri oleh pasangan muda cantik dan tampan yang juga datang berkunjung ke tempat ini. Mereka memakai baju couple berwarna putih dan saling bergantian mengambil foto. Aduh, serasi sekali!

Pangkalan feri dilihat dari Kampung Nelayan Jeti 

Damainya di tempat ini

Foto dulu


Karena ingin memiliki foto di tempat ini, saya pun meminta tolong kepada salah satu pengunjung untuk mengambil gambar saya. Siapa sangka, ternyata pengunjung tersebut merupakan Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di Penang. Pengunjung tersebut ternyata datang bersama seorang rekannya untuk menghibur diri selepas bekerja. Kami pun mengobrol asyik bertiga hingga ngopi dan ngemil bersama! Malam tiba, saya diantar oleh dua TKI tersebut kembali ke tempat penginapan. Kami jalan kaki menelusuri jalanan George Town yang damai. Tak terlalu ramai, mungkin karena efek Covid-19 sehingga turis takut untuk berkunjung. Sesampai di penginapan, dua kawanan TKI tersebut pulang dan saya segera masuk ke dalam hotel.

Warna-warni umbul-umbul di jalanan George Town 

 

Sebuah bangunan dengan arsitektur unik 

Eh, ternyata rekan perjalanan saya belum pulang sedangkan kunci dibawanya. Saya memutuskan untuk duduk di bangku yang tersedia di bahu jalan, seberang Sup Hameed. Suasananya sungguh nyaman. Kalau dilihat, sekilas kota ini layaknya perpaduan antara Jogja juga Singapore. Begitu rapi layaknya Singapore dan di sisi lain kota ini terasa lebih klasik, hangat, serta romantis. 

Swafoto terlebih dahulu

Esok harinya merupakan hari terakhir kami di Penang. Menutup perjalanan di kota ini, kami menyempatkan untuk bersantap lagi di Sup Hameed. Kali ini, Roti Canai dan Kopi O khas Penang menjadi pilihan kami. Yummy!

Surely will miss this town! The old motorcycle, the old building, and another old stuffs. Loves Penang!


0 komentar

Instagram

Featured Post

Hampa

Aku berlari dan terus berlari  Rasanya lelah namun aku tak bisa berhenti  Ku berlari tanpa arah yang pasti  Tak tahu pula apa yang tengah ku...

Contact Form

Name

Email *

Message *