I'm Coming! (Penang Trip Part I)
July 20, 2020, by Wulan IstriTurbulensi yang saya alami ketika naik pesawat Air Asia yang membawa penumpang dari Kuala Lumpur menuju Penang membuat saya terjaga. Memang cuacanya kurang bersahabat di pagi itu. Pesawat yang saya tumpangi berangkat dari KLIA 2 pada pukul 07.20 dan dijadwalkan mendarat di Penang International Airport sekitar pukul 08.20 waktu setempat. Suhu ruangan pesawat cukup dingin. Saya menoleh ke luar jendela, dua buah pulau terlihat dari kabin pesawat. Semakin lama semakin dekat, makin jelas pula pemandangannya. Terlihat jembatan besi berdiri gagah munghujur dari sisi timur ke barat. Beberapa kapal juga terlihat disekitarnya. Tak lama, pesawat mendarat dengan mulus di Bandara Penang. Saya terkagum-kagum melihat bandaranya. Memang tak terlalu besar tapi kita bisa melihat bukit nan hijau di seberangnya. Sekilas, saya jadi merasa bahwa saya sedang berada di Iloilo, Filipina karena suasananya mirip.
Penang, I'm coming! Suasana mendung yang cukup kelabu |
Perjalanan dari Bandara Penang
menuju tempat penginapan yang tak jauh dari Komtar kami tempuh selama kurang
lebih dua jam menggunakan Rapid Penang. Tarifnya murah meriah, hanya 2.7 MYR
dengan jarak tempuh kurang lebih 20 km. Kami menyambung perjalanan tersebut
dengan Grab. Sebetulnya jarak dari halte pemberhentian bus kami menuju tempat
penginapan kami cukup dekat, hanya 350 m. Namun, barang bawaan kami yang super bejibun membuat kami menyerah dan memilih
memesan Grab ketimbang jalan kaki. Kami menginap di Old House Hotel di Jalan
Trang, George Town. Homestay murah namun cukup nyaman untuk bermalam semalam.
George Town ini layaknya Kota Lama di Semarang. Bangunannya sudah sangat tua dan
bergaya kolonial. Bedanya, bangunan di sini masih terpelihara dan berfungsi
dengan baik. Sebagian bangunan difungsikan sebagai hotel, sebagian digunakan
sebagai ruko toko dan juga restoran. George Town memang panas. Saya tak
menyangka bahwa George Town akan sepanas ini. Mungkin karena lokasinya yang
berdekatan dengan laut? Mungkin saja, Untungnya, hostel kami menyediakan AC dan
kipas angin sekaligus! Jadi, saya akan sangat betah rebahan di dalam
hostel.
Saya dan teman seperjalanan saya,
Zikrina, segera mencari tempat bersantap karena perut sudah protes ingin
dimanja. Pilihan kami jatuh ke sebuah restoran kecil tak jauh dari hostel,
namanya Sup Hameed. Ternyata restoran Sup Hameed ini sudah memiliki beberapa
cabang di Malaysia dan tentunya halal! Jadi, bagi teman-teman yang muslim, Sup
Hameed bisa menjadi salah satu pilihan untuk bersantap ketika di Penang.
Restoran ini menujual berbagai menu makanan dan minuman. Kala itu, saya memesan
Nasi sayur telur dan segelas Teh O. Namun, siapa sangka saat pesanan diantar,
bukan Teh O yang datang melainkan Teh Tarik. Yasudah, saya tak bisa memahami
Bahasa Melayu, pun pramusaji tak paham bahasa Indonesia atau Inggris.
Untungnya, teh tariknya rasanya juara! Saya menghabiskan waktu selama sejam di
sana untuk menunggu check-in time. Penjualnya
pun cukup ramah, beberapa kali kami sempat diajak mengobrol. Setelah puas mengistirahatkan
badan, kami melanjutkan jalan-jalan di sekitar Komtar, pusat perbelanjaan
dengan gedung tertinggi di Pulau Penang.
Saya pikir Komtar itu pusat
perbelanjaan modern seperti halnya Pavillium di Kuala Lumpur, ternyata bukan. Bagi
saya, Komtar lebih mirip dengan pasar tradisional di Indonesia yang menjual
khusus berbagai produk fashion, aksesoris, dan perkakas kebutuhan rumah tangga.
Bagi saya, Komtar cukup membosankan. Pun, tidak terlalu ramai seperti mall-mall
di Kuala Lumpur.
McD dengan bangunan berasitektur kolonial Kuil sembahyang warga keturunan India
Sorenya, saya melanjutkan
perjalanan sendiri karena teman seperjalanan saya ingin beristirahat di hostel.
Saya pergi ke penyeberangan Ferry. Untuk menyeberang ke daratan utama Malaysia.
Tidak perlu membayar! Penyeberangan dari Penang menuju Butterworth memang
gratis namun perjalanan arah sebaliknya, Butterworth menuju Penang, wajib membayar.
Hanya perlu membawa uang 1.2 MYR saja untuk membeli tiket pulang ke Pulau
Penang. Ferry dijadwalkan berangkat setiap sekitar 20 menit sekali, jadi tak perlu
risau kalau ketinggalan!
Setelah pintu menuju ferry dibuka, saya segera menghambur ke dalamnya bersama para penumpang lain untuk mencari spot yang dirasa nyaman. Saya memilih spot terdepan supaya bisa melihat pemandangan dengan leluasa. Ferry kemudian berjalan menuju daratan utama Malaysia dan meninggalkan Pulau Penang. Kapal mulai membelah selat, saya tak sabar menjemput senja. Kapal yang kami tumpangi sempat juga berpapasan dengan kapal lain di tengah perjalanan. Jembatan besi yang menghubungkan daratan utama Malaysia dan Pulau Penang juga nampak cantik namun tak begitu jelas karena jarak terlalu jauh. Butterworth semakin dekat. Gedung-gedungnya mulai terlihat.
Loket di Pangkalan Sultan Abdul Halim |
Tiket naik feri |
Pemandangan matahari tenggelam dari Penang Sentral |
pemandangan dari Penang Sentral |
![]() |
Mengambil swafoto terlebih dahulu di Penang Sentral |
Tak sampai 20 menit, saya tiba di
Butterworth kemudian langsung menuju Penang Sentral untuk menikmati senja di
balkon lantai dua. Jika kalian adalah penikmat sunset, saya menyarankan untuk mencoba
menikmati tenggelamnya matahari di Penang Sentral. Ciamik nian! Sewaktu saya sampai
di balkon, mataharinya tengah bersiap-siap untuk tenggelam. Semburatnya hangat
dan pas. Tak terlalu panas, juga udara yang dibawa angin tak terlalu kencang
dan dingin. Saya suka dan menikmati sore saya di sana. Kedua kalinya saya jatuh
cinta dengan Penang: Pertama, ketika pesawat mendarat di Bandara Penang; kedua,
saat ini. Saya jatuh cinta dengan suasana ini. Beberapa menit saya sempatkan
bersantai ria dan memotret panorama di sekitar. Sebelum matahari benar-benar
tenggelam, saya meninggalkan Penang Sentral dengan berat hati dan bersiap untuk
menyeberang kembali ke Pulau Penang untuk menjajaki Jetty Fisherman Village.
To be continued
0 komentar