Ilustrasi wardrobe |
Sekitar kurang lebih sebulan yang lalu, saya pergi ke Semarang dengan tujuan mengambil barang-barang di kos. Benar! Saya memutuskan untuk tidak melanjutkan kos karena pembelajaran seluruh kegiatan belajar-mengajar akan dilaksanakan secara online. Daripada harus sia-sia membayar kos yang tidak ditempati, saya memutuskan untuk tidak melanjutkan kos. Ketika saya mengepak barang-barang ke dalam kardus dan koper, saya heran karena ternyata barang-barang saya sangat banyak. Saya memerlukan waktu sekitar dua hingga tiga hari untuk mengepaki barang-barang saya. Saya hitung ada satu koper, satu tas NAMA 22 liter, beserta sekitar 3 kardus dan dua tas jinjing ukuran besar yang mana semuanya terisi penuh. Saya merasa terkejut ketika saya tahu bahwa 2/3 dari barang yang saya pak merupakan baju! Terlebih lagi, saya merasa heran karena saya merasa kalau kuliah hanya pakai baju itu-itu saja.
Singkat cerita, tak lama dari Semarang, saya mengikuti kegiatan workshop XLFL dan mendapatkan materi terkait berbusana. Mulai dari situ saya sadar bahwa selama ini saya banyak melakukan kesalahan dalam berpakaian. Alsannya sederhana saja karena saya memang cukup (mungkin sangat) cuek dan masa bodoh dengan hal-hal yang berbau fashion. Workshop tersebut benar-benar menjadi salah satu turning point saya dalam memandang fashion. Berbusana bukan hanya sekadar fashion melainkan juga cerminan diri juga salah satu cara menghargai orang lain. Juga, kata Mba Nin, kita tidak akan pernah bertemu dengan siapa di jalan, jadi kalau bisa tetaplah berbusana baik. Oleh karenanya, saya sempat berfikir beberapa dan memutuskan untuk mengganti cara berpakaian saya.
Saya mulai browsing untuk mencari beberapa item
fashion untuk dibeli demi menunjang perbaikan gaya berpakaian saya. Dua malam
saya mencoba mencari namun tak kunjung juga menemukan yang saya inginkan sesuai
dengan taste dan tentunya dompet
saya. Di tengah-tengah kejenuhan berburu barang akhirnya saya tertarik untuk browsing terkait Pulau Jeju dan
menemukan sebuah blog milik Mba Atiit (panggilan dari Astri Puji Lestari).
Karena tulisan dan foto terkait Pulau Jejunya menarik maka saya memutuskan
untuk mencoba menjelajah blognya. Saya cukup kaget karena Mba Atiit juga
menulis beberapa postingan terkait less
waste, minimalism, dan conscious living.
Setelah membaca tulisan Mba Atiit,
saya jadi ingat beberapa tahun yang lalu saya juga mulai berkenalan dengan
dunia tersebut. Sejak dulu saya sudah berkomitmen untuk mulai belajar hidup
sesuai dengan prinsip minimalist, less
waste dan conscious. Saya tahu
hal iki akan menjadi begitu challenging untuk
dipraktikkan di awal. Saya jadi merenung karena sejak saya di rumah, saya
cenderung lupa dan abai terhadap gaya hidup tersebut. Kemudian saya bergumul
dan memutuskan untuk melanjutkan prinsip yang sudah saya bangun. Akhirnya saya
membatalkan niat untuk membeli beberpaa potong pakaian mengingat sebetulnya
saya memiliki banyak sekali pakaian yang bahkan terkadang saya lupa atau tidak
sadar kalau memilikinya. Pun saya rasa saya beteulnya belum butuh pakaian baru.
HOH TO START (for Beginner)
Keesokan harinya, saya mulai merombak
total isi almari saya. Baiklah, saya punya banyak sekali pakaian dan karena saat
ini saya masih belum mampu menerapkan minimalis ala Marie Kondo, akhirnya saya
membagi dua pakaian saya. Satu almari pakaian untuk pakaian yang jarang saya
pakai, dan satu DIY capsule wardrobe (saya
buat dari batang pohon di kebun dan sebilah bambu) khusus untuk pakaian yang
saya rencanakan dan putuskan untuk digunakan secara rutin. Mengapa harus
diputuskan? Karena hal ini akan menjadi batasan saya untuk membatasi baju saya
dan supaya saya tidak tertarik mengambil pakaian yang berada di almari. Saya berharap
saya dapat berhasil mengenakan pakaian yang hanya ada di capsule wardrobe selama beberapa bulan kemudian. Langkah ini
merupakan langkah strategis yang bisa ditiru jika teman-teman belum siap
membuang/menjual/mendonasikan pakaian teman-teman seperti saya. Kalau
teman-teman bisa fierce ke diri sendiri,
lebih baik skip langkah ini.Rak yang penuh dengan baju mulai entah dari kapan Baju di awal (sebagian sebetulnya sudah saya pindahkan ke lemari di luar karena tidak kepikiran untuk difoto untuk keperluan konten)
Hasil Akhir Keranjang pakaian rumah dan dalaman
Yang tidak terpakai (sebagian sudah saya masukkan ke lemari)
STUFFS ON MY WARDROBE
Karena sekarang saya ingin merubah
gaya berpakaian saya lebih condong ke smart
casual maka saya memilih beberapa potong pakaian yang memiliki potongan
semi-formal hingga formal. Alasan saya memilih smart casual adalah karena saya ingin terlihat rapi, serius, dan
juga santai secara bersamaan. Juga, smart
casual ini bisa dipakai di hampir semua kegiatan. Mau jalan-jalan ke mall
atau ke pantai saya kira juga tidak ada masalah dengan tampilan ini.
Oh ya, ada sedikit tips dari saya pribadi untuk memilih pakaian supaya minimalis. Ketika memilih baju, entah itu atasan, bawahan, atau hijab, bisa mempertimbangkan beberapa hal di bawah:
- Pilihlah warna netral yang dapat dengan mudah di-mix and match. Jika perlu, bisa menambahkan warna pastel yang lebih calm supaya tudak kesulitan dalam menyesuai-padankan
- Pilihlah pakaian yang memiliki potongan model basic. Model basic biasanya lebih long last karena tidak terpengaruh oleh perkembangan trend yang berubah dengan cepat.
Isi capsule wardrobe saya:Pashmina Hijab instan Rawis
Atasan
- 2 kemeja basic putih
- 1 kemeja basic biru muda
- 1 blus salur putih-biru muda
- 1 kemeja hitam
- 1 blus hitam
- 1 kemeja hot pink polos (supaya bervariasi agak cetar – alibi, sebetulnya karena tidak punya kemaja soft pink atau grey saja, hehe)
Outer
- 3 outer (warna abu-abu, army-olive, biru keabu-abuan)
Bawahan
- 2 celana kulot (warna navy dan hitam)
- 2 rok polos (warna hitam dan pnk polos)
- 3 celana kain (warna navy, hitam, putih-belum dikecilin)
Hijab
- 3 pashmina (1 berwarna army, dan dua biru muda)
- 2 jilbab instant (warna hitam dan abu-abu)
- 6 Jilbab rawis (warna navy, abu muda, abu tua, dan tiga lainnya warna pastel)
Untuk sepatu, saya cukup memiliki satu
sandal, satu sepatu, satu flatshoes, dan satu sandal berhak 5 cm (saya akhirnya
membeli sandal berhak satu ini karena wedges saya sudah rusak dan saya rasa
mulai sekarang perlu membiasakan diri memakai sepatu berhak). Untuk jaket, saya
ada dua jaket namun karena saya jarang memakai jaket, saya tidak
menggantungnya. Untuk baju non-hijab untuk dipakai di rumah sehari-hari, saya
berhasil mereduksi menjadi satu keranjang saja (sudah termasuk pakaian dalam).
HOW DO I ORGANIZE MY CLOTHES
Untuk menata pakaian, saya suka meniru
cara melipat pakaian a la Marie Kondo. Beberapa pakaian yang sekiranya bisa
saya lipat, saya lipat dengan menggunakan teknik marie kondo. Namun, beberapa
pakaian yang sekiranya kurang bisa
ditata dengan metode Marie, saya cukup lipat seperti biasa. Beberapa pakaian
yang saya jaga supaya tidak terlipat, saya gantung begitu saja. Sebetulnya,
semua tergantung pada space yang dimiliki. Jadi, silakan disesuaikan dengan space atau wardrobe yang dimiliki oleh teman-teman.
Nah, inilah awal perjalanan saya untuk
sedikit demi sedikit bisa menjadi seorang minimalist.
Pun sebetulnya definisi ‘minimal’ dari tiap orang berbeda-beda. Menurut saya,
pakaian yang syaa pilih ini sudah minimal namun mungkin bagi orang lain,
pakaian saya masih terlalu banyak. Saya lebih suka memakai standar saya pribadi
untuk melakukan perjalanan minimalist
ini. Bagi saya, saya sudah cukup puas dengan progress that I made untuk dapat mereduksi sekitar 2/3 jumlah
pakaian saya.
Setelah seminggu menata wardrobe saya sedemikian rupa dan
memakai pakaian dari capsule wardrobe ini,
saya merasa saya sudah tak perlu ambil pusing untuk mengenakan baju apa ketika
hendak keluar rumah. Pun, saya juga tidak terlalu tertarik untuk membeli
baju-baju di e-commerce yang biasanya suka lirak-lirik (walaupun tidak
membeli). Rasanya hasrat untuk lirak-lirik fashion item bisa berkurang. Pun saya
juga merasa durasi waktu saya untuk memilih pakaian lebih pendek dibandingkan
sebelumnya.