Kehidupan Setelah Menikah: Wanita Karir Vs Ibu Rumah Tangga

August 01, 2020, by Wulan Istri

Selama ini, postingan di blog ini rasanya ‘itu-itu’ aja dan berkisar pada kisah perjalanan saja. Padahal, saya cukup sering membicarakan hal-hal yang cukup random bersama teman. Salah satu pembicaraan random tersebut adalah topik pembicaraan terkait peran wanita dalam sebuah rumah tangga. Topik ini sebetulnya cukup sensitif untuk diulas apalagi posisi saya sekarang ini juga belum menikah. Saya yakin pasti ada pro dan kontra dalam hati para pembaca ketika membaca tulisan ini. Namun, tak mengapa. I just want to speak up my ideas and share it. Juts it.

Pada beberapa kali kesempatan, saya pernah ditanya mau memilih menjadi Ibu Rumah Tangga atau bekerja meniti karir sebagai wanita karir. Jawabannya? Saya pernah menjawab dua-duanya. Jawaban saya berubah seiring berjalannya waktu. Beberapa tahun ini saya merasa saya menjadi lebih open minded, ‘sedikit’ dewasa, juga lebih considerate (namanya juga belajar dari pengalaman hehe). Jadi bagaimana jawaban saya? Saya jabarkan pada ulasan di bawah supaya lebih jelas.

Penampakan kota Jakarta Selatan dari sebuah kantor di lantai 20an.


Ilustrasi bekerja di open working space.

Ketika saya masih belajar di sekolah dasar dan menengah, saya memilih untuk menjadi Ibu Rumah Tangga. Alasannya? Tentu karena saya ingin berfokus pada keluarga tercinta. Fokus untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mengurus suami, mengurus orang tua (apabila tinggal bersama) dan utamanya fokus mengasuh anak (pastinya). Saat itu, saya berfikir bahwa kodrat wanita itu mengasuh anak, juga mengatur dan mengerjakan berbagai macam pekerjaan rumah tangga. Saat itu saya berfikir bahwa mengasuh anak adalah tugas dan tanggung jawab utama wanita sebagai seorang ibu. Saya ingin memberikan waktu dan tenaga saya sepenuhnya untuk anak dan keluarga demi tumbuh kembang anak. Saya ingin bisa sepenuhnya mengasuh anak dan sepenuhnya mengontrol perkembangan mereka karena prinsip saya ‘Jangan sampai saya gagal menjadi orang tua. I would do my best for my children!’

Ketika saya masuk ke bangku kuliah, saya lebih sering memiliki waktu untuk merenung dan memikirkan hal-hal yang sebelumnya saya tak pernah memikirkan dengan serius sebelumnya. Bacaan favorit saya yang awalnya hanya berkisar kuliah dan romansa, sekarang sudah merambah ke dunia marriage and parenting. Reality hits me so much and of course I learned from them. A lot. Dari semua yang saya baca juga pengalaman yang saya alami, saya memutuskan untuk memilih menjadi wanita karir. Kenapa? Ada cukup banyak pertimbangan yang membuat saya yakin untuk memilih opsi ini.

Selama ini, banyak orang menyalah artikan bahwa wanita karir adalah wanita yang bekerja dan ‘hampir selalu’ sibuk sehingga tidak memiliki waktu untuk mengurus anak dan mengerjakan rumah. Sejatinya, definisi wanita karir sangatlah berbeda dari stereotype itu. Wanita karir memang biasanya memiliki karir atau pekerjaan, namun bukan berarti ketika seorang perempuan memiliki karir lantas dia akan menjadi sibuk dan tak punya waktu, bukan? Tentu tidak. Semua tergantung pada pribadi masing-masing apakah dia bisa dan mau berkomitmen untuk mengelola waktu dan tenaganya. Mau wanita karir atau ibu rumah tangga tapi kalau tidak bisa mengatur waktu dan prioritas, ya sama saja. Banyak IRT yang mungkin ‘dirasa’ gagal dalam mengasuh anak, namun banyak juga wanita karir yang ‘dinilai’ berhasil dalam mengasuh anak walaupun memiliki jadwal yang berjibun. Ibu Dian Siswarini, CEO XL Axiata saat ini, merupakan contoh nyata dari seorang wanita karir yang berhasil dalam mengelola perusahaan juga keluarga. Kalau tak mau jauh, saya punya dosen yang saya ‘nilai’ berhasil dalam mendidik anak walaupun saat ini beliau sibuk sebagai seorang dosen ditambah lagi saat anak belum genap berusia satu tahun harus rela memberikan ASI jarak jauh (re: mengirimkan ASI dari luar kota untuk bayi).

Pertimbangan selanjutnya adalah faktor finansial. Walaupun kebahagiaan bisa berasal dari mana saja namun kita tidak bisa memungkiri bahwa uang sangatlah penting. Untuk tetap bisa menyambung hidup, tentu perlu adanya uang tabungan maupun asset-aset yang bisa dipergunakan ketika terdapat sesuatu yang tidak diinginkan. Menurut saya, wanita wajib memiliki pekerjaan, entah itu pekerjaan di kantor atau pekerjaan yang dikelola sendiri di rumah (misal: bisnis makanan kecil-kecilan, online shop, dsb). Karena apa? Karena kita tidak akan tahu kehidupan kita selanjutnya akan seperti apa. Di keluarga saya, Ayah menjadi sumber pemasukan keluarga. Juga ada tambahan pemasukan lain dari hasil Ibu menggarap sawah. Then, my dad was gone when I was still in a high school. Otomatis pemasukan menjadi menipis Karen sumber pemasukan utama telah hilang. My mum was struggling so hard since then. Kemudian saya mencoba sedikit demi sedikit menjadi realistis, gimana kalau kejadian itu bakal menimpa aku nantinya? Gimana kalau nanti di tengah jalan suamiku meninggal? Atau cerai? Atau suamiku diberhentikan dari pekerjaan? Atau usahanya bangkrut? Ini bukan doa, hanya ketakutan untuk berantisipasi. Sebagai seorang ibu, tentunya akan lebih baik jika saya bisa membantu perekonomian keluarga hingga keadaan kembali stabil (ketika suami diberhentikan dari kerja) atau mungkin saya masih tetap bisa menyekolahkan anak saya hingga ke jenjang perguruan tinggi (jika saya harus berakhir menjadi single parent). Tentunya memiliki pekerjaan sebagai sumber penghasilan akan sangat membantu. Tidak tergantung sepenuhnya kepada suami juga menyenangkan! Uangnya bisa ditabung untuk masa depan anak, menyenangkan diri sendiri, atau membeli tiket liburan untuk keluarga. Beda cerita kalau harta gono-gini segudang gedhe atau Anda merupakan keturunan keturunan konglomerat kaya tujuh turunan, ya beda cerita.

Alasan terakhir kenapa saya tetap ingin bekerja ketika sudah menikah adalah bahwasanya, mengasuh dan mendidik anak bukanlah tugas seorang ibu melainkan tugas orang tua, baik itu ayah maupun ibu. Kesuksesan untuk mencetak anak yang hebat sangat tergantung pada orang tuanya. Diperlukan strategi dan kerjasama serta komitmen dari kedua belah pihak. No matter what, both mum and dad has the same equal duty. Terkadang, pemikiran seperti ini agak susah diterima di negara yang mayoritas masyarakatnya masih menjunjung budaya patirarki, seperti Indonesia. Saya sendiri orang dari Suku Jawa, suku yang sangat menjunjung budaya patriarki. Banyak orang Jawa berpendapat bahwa mengasuh anak sudah menjadi kodrat wanita, kodrat lelaki adalah mencari nafkah. Sangat jarang ditemui laki-laki yang mau dan bisa mennganti popok bayi, ngeling-ling di malam hari ketika si bayi rewel, juga menyuapi. Padahal, tugas itu juga menjadi tugas lelaki. Terkadang, ketika lelaki mengerjakan pekerjaan rumah seperti mencuci piring dan mengasuh anak, mereka akan dianggap tidak maskulin. Well hell, no! Bahkan, saya sendiri pernah mendengar pernyataan dari teman sendiri yang berkata kurang lebih bunyinya seperti ini “Aku pengin punya istri seorang Guru SD. Biar punya waktu banyak buat ngurus rumah dan bisa ngurus anak, menjadi ibu yang baik.” YaaAllah batin saya “Lha trus kamu ngapain? Cuma bantu?” jujur, saya agak emosi.

Pada akhirnya, semua berakhir pada diri sendiri. Semua balik ke pribadi masing-masing. Yang terpenting adalah: komitmen dan willingness. Ketika sudah ada niat dan komitmen, semua akan mudah dijalani. Pasti akan susah dilakukan diawal namun perlu adjustment untuk hal itu dan pastinya akan terbiasa di hari-hari selanjutnya. Baik menjadi Ibu Rumah Tangga maupun wanita karir sama-sama baik. Tidak ada yang salah jika kita memilih salah satu dari pilihan di atas. Silakan dipilih sesuai dengan kapasitas diri masing-masing. Pada akhirnya, kita sendiri yang akan menjalani kehidupan ini, kan? Kalau saya lebih memilih menjadi wanita karir tanpa melupakan kewajiban sebagai istri dan ibu (nantinya). Kalau kamu, pilih yang mana?

6 komentar

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Pengen jadi wanita karir tapi aku lanang :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waduuuh hehehe. Ya gapapa, Mas. Jadi pria karir (?) yang tetap bisa urus rumah tangga, dong hehe. Kan keren 'tuh. Sebenere sudah banyak sih para lelaki yang mulai open minded terkait urusan domestik tapi tetap saja masih jadi hal yang 'kadang kurang bisa dipahami' di masyarakat wkwkw.

      Blognya kok kosong, ya, Mas? Ayo diisi! Nanti saya baca hahaha

      Delete
  3. Mau bahas ini kalau kita ketemu yaa mbakk

    ReplyDelete

Instagram

Featured Post

Hampa

Aku berlari dan terus berlari  Rasanya lelah namun aku tak bisa berhenti  Ku berlari tanpa arah yang pasti  Tak tahu pula apa yang tengah ku...

Contact Form

Name

Email *

Message *