Pertemuan di Jogja

June 24, 2021, by Wulan Istri

Tak sengaja melihat storygram seorang teman, sebut saja Mas Ger, yang ternyata dari story-nya bisa diketahui bahwa dia sedang berada di Jogja. Karena sudah setahun lebih tidak bertemu, saya secara impulsif mengiriminya pesan melalu DM untuk mengajaknya bertemu karena hari Jum’at saya juga akan berada di Jogja. Nope… I was lied. Sebetulnya saya memang ada keperluan di Jogja namun belum tahu akan berangkat kapan. Ketika mengetahui Mas Ger berada di Jogja, I thought ‘Why not go to Puskesmas in Jogja and meet Mas Ger in the same day? Surprisingly, Mas Ger langsung mengiyakan dan deal! Kami akan bertemu Jum’at sore di sebuah kafe dekat UGM. How? It was so smooth! 

Affordable cafe

We finally met at 4.30 PM and (not) surprisingly, rasanya seperti ngobrol sama teman yang kenal cukup lama. Kami bertukar kabar kemudian bercerita banyak. Oh tidak! Saya tidak bercerita banyak karena saya jauh lebih penasaran dengan ceritanya. I felt like I was Rita Skatters (a journalist in Harry Potter stories). I was way too excited to hear his stories because…. I don’t know him a lot ‘cause we only met once in KL in a very short time. Basically…. It was our SECOND MEETING. Yes! We never meet each other after in KL. The one that made me excited is that… he always replied me when I DM him on instagram. He is always humble (like… who am I that you are agree to meet me?) and share his bunch of stories. He trusts me even though I am a stranger. And… the more important thing is that he makes me feel comfortable (unintimidated) when we talk. Hahaha, jujur… alasan saya ingin ketemu Mas Ger adalah: bercerita. Saya ingin mendengarkan ceritanya! Itu saja. I know he has such amazing stories that why I’d love to meet him! Now, he is applying for master degree in Russia after studying Russian for a yeat lately. Hope he do well! Ameen.

*** 

Awal mula perkenalan saya dengan Mas Ger sungguh sangat tidak terduga. Kami bertemu pertama kali di Kuala Lumpur pada Februari 2020 silam di sebuah halte bus. Kala itu, saya dan teman (Zik dan Er) sedang kebingungan mencari arah hostel yang kami tuju di Google Maps. Tak disangka, seseorang memperkenalkan dirinya sebagai orang Indonesia dan meminta ‘tebengan’ koneksi wifi kami. Tentu kami memberikannya, toh hanya wifi. Lagipula, rasanya lebih aman juga bertemu dengan sesame orang Indonesia yang lebih tua (walaupun awalnya ketemu Mas Ger saya sempat menaruh rasa was-was atau curiga, sih hehe). Sempat ngeri juga saya dikasih tahu supir taxi bahwa di lokasi tersebut sering terjadi penjambretan sambil si supir memeragakan bagaimana cara penjambret merebut ponsel dadi genggaman. Kami pun pasrah hingga akhirnya mengikuti Mas Ger ke masjid terdekat untuk menunaikan ibadah. Jalan kaki plus bawa barang-barang maha berat hasil belanja dari Singapura! Rasanya? Sengkleh banget! Mana sempat salah arah pun! Puter balik, naik turun tangga tanpa ekskalator ataupun lift sambil membawa beban yang mahaberat. Serius. Tak ingin saya mengulang masa kelam itu!

Urusan ibadah, tuntas. Saatnya urusan perut. Kami memutuskan untuk langsung ke penginapan kami di Bukit Bintang yang (jujur saya) belum kami bayar! Karena Mas Ger memiliki tujuan yang sama, kami memutuskan untuk sharecost Grabcar. Sesampainya di depan penginapan, datanglah masalah: pesanan tidak bisa dibayar dan CS tidak dapat membantu. Alhasil, saya cancel pesanan kemudian memesannya kembali melalui aplikasi booking.com dan berhasil. Fyuuuuh.... untung saja. Setelahnya, kami berniat untuk melakukan early check-in untuk menaruh barung bawaan kami yang bejibun dan setidaknya rebahan sebelum bisa sarapan. Namun, permasalahan baru muncul: ternyata kami tidak bisa early check-in karena kamar yang kami pesan masih terisi. Akhirnya, kami hanya menitipkan koper dan barang bawaan di lobby kemudian ke luar karena diajak Mas Ger mencari sarapan. 

Sesampai di luar, kami baru sadar bahwa kami sama sekali tidak memiliki ringgit. Because we were too broke (uang habis buat jastip, belum pada bayar), the choices that we had are: 1) postponed our breakfast 2) borrowed few bucks from Mas Ger. Thanks, God… Mas Ger menawarkan dirinya untuk mengambil uang ringgit dan membayari sarapan kami terlebih dahulu. It was like an oasis in the middle of desert. It really was! Karena pada saat itu… jujur, saya merasa tidak berdaya! Tidak ada uang (ada sebuah tragedi sebelum berangkat) pun kartu debitku hilang (re: kecopetan) begitu saja sewaktu di Kuala Lumpur. Plus: saya sudah sangat kelaparan. Rasanya dunia begitu sial! Tapi, syukur sekali Tuhan mempertemukan kami dengan Mas Ger. Hahahaha! 

Kami menikmati sarapan bersama di bawah flyover dekat Masjid Jamek. Kami berbincang dengan Mas Ger sambil menikmati Nasi Lemak yang amboi murah kali, rek! Pada saat itu, saya diam-diam memasukkan nama lengkap Mas Ger di mesin pencarian Google. Hasil pencarian di LinkedIn dan Google Scholar pun keluar. Setelah saya buka dua situs tersebut, saya merasa lega bahwa informasi yang saya temukan sesuai dengan yang Mas Ger ucapkan saat perkenalan. Long story short, saya bisa agak sedikit nyambung dengan Mas Ger sewaktu membicarakan hal-hal terkait SIG (Sistem Informasi Geografis). Thanks to Al who used to talk about GIS to me eventho I didn’t understand at all. 

Overall, we met Mas Ger for less than 4 hours (if I am not mistaken). But the way he trusted, helped, and treated us really made me think that we do really get along each other. Mas Ger had to go to meet his friend before headed to Maldives, and we… we offered by the receptionist a room in their hotel partner which is actually so much better! God! Finally… we do early checked-in, take a bath, and sleep! Before heading, I said “Mas, kalau kapan-kapan di Jogja, kapan-kapan ketemu, ya!” See you when I see you, Mas Ger! 

Signing my book that he wrote.

Wefie time. 


***

Well… the reason why did I wrote this… is that because I want you to know that ‘maintaining low-maintenance-relationship is very possible’. Even a relationship as an acquaintance, or friend, or whatever. Keep communicate every day or every week are good. Ofcourse. But you have to remember that you guys are not obligated to communicate every day to keep your relationship works. Tidak bertemu atau jarang bertemu bukan berarti hubungan pertemuan kalian kandas. Apalagi di masa pandemi ini, bertemu seseorang merupakan sebuah kemewahan. Life… seems so lonely. But yeah… that’s normal. Lot of people may feel the same. So… it’s normal. We should not upset because of distance, shouldn't we? 

Bukankah Mas Ger baik sekali? Selain Mas Ger, ada banyak orang yang selama ini selalu ‘ada’ ketika saya membutuhkan bahkan ketika saya tidak mengenalnya sekalipun. Seperti kejadian sebelum saya bertemu Mas Ger. Saya ketinggalan KRL terpagi menuju arah Jogja. Karena saya harus segera cepat-cepat ke Puskesmas, saya harus ke Jogja naik motor. Nahas, saya hanya membawa uang seribu perak. Niat hati, saya akan mengambil uang di Jogja saja karena saya hanya butuh LinkAja atau Flazz saja untuk membayar KRL. Nasib berkata lain. Saya harus naik motor ke Joga. Mau keluar, gabisa. Biaya parkir Rp. 2.000 perak. Mau ngambil di ATM? Jauh kalau jalan pasti menghabiskan energi dan waktu. Mau ngojek? Ya sayang banget! Perkara uang parkir dua ribu rupiah saja harus mengocek uang puluhan ribu untuk ke ATM. Repot memang kalau sering keluar tanpa bawa uang tunai. Yang bisa saya lakukan adalah: senyum! Iya! Saya hanya melempar senyum ke Pak Petugas Parkir. Beliau pun mengajak saya mengobrol kemudian kemudian saya mencuri-curi kesempatan untuk mengutarakan permasalahan yang saya hadapi. Alhasil, Pak Petugas Parkir mengizinkan saya keluar membawa motor saya untuk mengambil uang di ATM dan baru setelahnya membayar parkir. 

How does it feels? Sederhana banget tapi setelah itu saya merasa sangat bersyukur! He trusted me for the very first met! That’s only a slice of stories. Lot of kind people whom I met that I can’t tell you one by one. But believe me… life is harsh but there are good people out there. There a lot!!! 

Rejeki itu banyak wujudnya. Tidak harus berupa uang, gelar, atau jabatan. Tapi bisa juga dalam bentuk teman, rasa syukur dan damai, atau orang yang mengelilingi kita. Dan teman... bisa didapatkan dimana saja. Bahkan seperti saya bertemu dengan Mas Ger… Tanpa diduga! 


END




P.s. Saya memang berfokus untuk menceritakan bagaimana kami kenal hingga bisa bertemu kembali. Saya harap, tulisan ini dapat membuat kita sadar bahwa banyak sekali orang baik di luar sana. Kita hanya perlu peka untuk menyadari keberadaannya. Tak harus teman dari SMP, teman les, atau tempat-tempat yang membuat kita kenal dengan mereka cukup lama. Even, pertemuan sekali selama beberapa jam pun bisa menjadi awal yang bagus dan ternyata orang tersebut adalah salah satu orang yang membantuku lebih percaya diri akan prinsip hidupku. Tapi tentu perlu diingat bahwa tak semua orang berniat baik. But believe me (again)... of course there are a lot of good people out there!

P.p.s. I wrote this story as a part of my ‘Grateful Journals’. Kebetulan memang mood menulis saya tidak 100%. I usually spend 5 hours to edit, review, and revise… but… sorry for the incorrect typing or grammar. It is very exhausting to do them all for now. Will take a rest and please! Be happy!

0 komentar

Instagram

Featured Post

Hampa

Aku berlari dan terus berlari  Rasanya lelah namun aku tak bisa berhenti  Ku berlari tanpa arah yang pasti  Tak tahu pula apa yang tengah ku...

Contact Form

Name

Email *

Message *