Cerita yang paling familiar di telinga Wulan versi kecil adalah dongeng cerita rakyat. Bukannya apa, akses buku saat itu masih terbatas. Tak ada perpustakaan di SD kami. Tak ada perpustakaan di daerah tempat tinggalku. Jadi, selain buku paket yang dipinjamkan dari sekolah, hanya ada dua buku fiksi yang aku punya, Kisah Abu Nawas dan Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara. Dua buku itu dibelikan oleh kakak sulungku yang bekerja di kota. Buku cerita rakyat itu kubaca berulang-ulang hingga lusuh. Dulu, aku hampir ingat sebagian besar alur cerita itu. Ada berbagai macam cerita, dongeng, dan legenda. Tentang Sawunggaling, tentang Candi Prambanan, Umbut Muda dan legenda Sungai Siak, dll. Mengenang masa-masa itu, tentu cerita rakyat dari Sumatera Utara tak luput dari ingatan. Cerita ini memang cukup santer di kalangan anak SD. Di buku pelajaran pun pasti ada kisah itu. Biasanya kisah itu ada di Buku Bahasa Indonesia. Cerita rakyat yang saya maksud ialah tak lain dan tak bukan: Legenda Danau Toba. Kalian pasti sudah tak asing dengan kisah itu. Sekarang, giliran saya untuk menuliskan kisah saya ketika berkunjung ke sana.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqLRKUN3QYRCreDYldSbkeWNuN9sEGvl2XuFpwjgndVHsc9dUccdmoL-4DWD_SAidj0SeKbONEPQ2iPB3aM_HwTRIK0cYoLE-matLCbH2fPIawILmuVZWMoXIlRH4TxsLK3CvdZD1ODk0RokYYHvnStG529LYn7Vu56wdIkks8jcBZ43vIilbuUzXk9hg/w640-h480/20240518_132711.jpg) |
Danau Toba |
Perjalanan menuju Parapat dari Medan ditempuh dengan menggunakan bus selama tiga jam lebih. Saya sempat tertidur ayam selama di bus. Sayang, tidur itu terpaksa harus terganggu karena memasuki kawasan Parapat, jalanan berlika-liku. Bus berjalan agak pelan namun pasti membelah hutan menuju tujuan akhir. Udaranya sejuk, bisa pastikan melalui kabut yang terlihat menyembul dari balik jejeran Pohon Pinus. Kulihat peta, sepertinya kita sudah akan tiba di tujuan akhir. Ku tengok pemandangan di kanan jalan. Bibir saya tak sanggup untuk berkata 'waaaah' dengan pupil mata membesar. Saya tertegun! Benar-benar danau ini sungguh cantik memukau tiada tara! Ini gila! This is insane! This is out of my expectation! Buru-buru saya mengeluarkan ponsel butut dari dalam tas untuk mengabadikan momen.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjB13QC_gsOcJPp0bzUhrPOsI_MvfH3IqpjL_XkXn4vgT8NWvh8dC9tPjq-UjZDsLRiaMNKx3wlmfA-5p99ZmbCxdQ6wcuuRIyV-Iq64zepQUkv1xLL-bs8bajdyaM63QBgYROOmYlNeA9gkqdsY-qxEsVhxmLqStBuZDIYzVmzh109mQO_LXCgSDLDlvg/w360-h640/20240517_133932.jpg) |
Foto amatir - Pepohonan Pinus |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhd13QnbupQjxaExjHxLo7YwSCI3snEwuNGtljEQSMh_LZNDOOnp6Q0WdBXWFAWDZX97ksy0iyCROqIYl57ncAPIeH97yimEn85exG6q19Vez74cZDGjU4Cj1mDNoGAmCkwkupH4jEUn_TAcRFPvp-xEMZbwnXBiLmO6ppXk6wH-4zG58ifpMtQVORqiWw/w360-h640/20240517_135653.jpg) |
Penampakan Danau Toba dari dalam bus |
Saya tiba di tujuan akhir dan menyempatkan untuk makan siang dan ngopi di kafe. Eittts jangan salah! Bukannya sok fancy namun karena ada zoom meeting. Jadi, saya mencari tempat yang nyaman sembari men-charge laptop saya. Makanannya lumayan oke, masuk di lidah. Kopinya standard, lumayan. Pemandangannya? Tak diragukan lagi: bintang lima. Setelah selesai meeting, saya meneruskan petualangan saya. Inilah petualangan yang sesungguhnya. Perjalanan baru saja dimulai! Saya berangkat naik bus dari Medan ke sini sendirian. Saya juga tak memiliki kenalan di sini. Parahnya, saya belum sempat melakukan riset mendalam terkait caranya menyeberang ke Pulau Samosir. Tepat kawan! Tujuan saya adalah ke Pulau Samosir dan menginap selama dua malam di sana. Sungguh nekat!
Kenekatan itu berimbas pada kebingungan dan kedunguan sejenak. Ketahuilah kawan, ternyata ada dua cara untuk menuju Pulau Samosir melalui jalur air: 1) dengan feri; 2) dengan Tuk-Tuk. Jangan bayangkan bahwa Tuk-Tuk itu semacam bajaj ala Thailand. Tuk-Tuk ini sejenis kapal yang bisa memuat sekitar kurang lebih 20an orang. Saya tak tahu bahwa 'pelabuhan' untuk kedua alat transportasi tersebut berbeda. Akibatnya, saya harus naik angkot menuju Pelabuhan Tigaraja yang mana sebetulnya bus yang saya tumpangi dari Medan tadi sempat berhenti di sana. The name is also life. Namanya juga hidup.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg8V5wjVB2Cqjb5IhhQiEkWOCAhkGMxpVsnG-HYLi3erMtZEljvPQ3pU21EJOl8cThwf426IC2qHq61ZuQQ2iXONJpoxGGxnMIM2_pmsuRB7sx2pJoObiXl8X3Vjc9oRCeoZ1U0oI-bcrLGxmfyEaUgfH98zY2k-QIc6UblJzxjILUhJ_sY7JFguFg2uSo/w640-h360/20240517_145056.jpg) |
Sepiring mie goreng dan segelas iced latte |
Langit tak cukup gembira. Ia murung dan berwajah muram durjana. Sempat ia menitikkan air mata tapi untungnya dia tak sampai menangis tersedu-sedan. Ponsel butut lemah bila digunakan untuk memotret pada pencahayaan yang minim. Namun, pemandangan ini tak akan saya lewatkan. Saya biarkan kamera ponsel butut itu bertarung melawan sang mega yang hitam. Tuk-tuk melaju membawa penumpang yang didominasi oleh turis mancanegara. Sepertinya, para turis tersihir oleh pesona danau ini. Benar-benar danau dan gunung yang mengelilinginya sangat menawan! Bisa saya pastikan, saya banyak senyum di hari itu!
Tak sampai satu jam, Tuk-Tuk sudah mendekat ke arah kawasan Tuk-Tuk Siadong. Saya langsung diantar tepat di depan tempat penginapan. Benar kawan! Usah kau bingung. Betul! Saya diantar langsung di depan tempat penginapan. Saya melompat dari Tuk-Tuk dan hap! Lalu ditangkap sampailah saya di halaman penginapan! Keren! Inilah mengapa saya lebih memilih naik Tuk-Tuk dibandingkan naik kapal feri!
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqsiBvDXKW_lixaGLmfeWWGIbawQgomSmwmz51FIrUWUqvur2hsokPgc0j9FfzQ_exVWC5hRXKYjFmVQmNn_lVhQbiKUaA_bX9EpmhYGFCWdkNDAM8LSWl251Vjx7YUv3I-JAcHOAcSBD3PmOIlNLMewJpjWQLyBGGq478PnnzeWZK0POkxVbKUcKaDjQ/w480-h640/20240517_170148.jpg) |
Tuk-Tuk meninggalkan Parapat |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnKW77Agq7kKi_cSY987nwOFGknw-7NmX0bq7WFeQZAIuxvOj4JSMo1wsdIXGMSmY_4JnPCynr5s8JSXC2yvubLpBnAtb2PzojpWtAzlSyJP4rje1qooTYb0aFdrRBplOLTn2G7vuVH8sF2HJj6MgGlXVQcn1fVo7PV2OxHOxInVmNN5I9ecaFN3M1ZiE/w480-h640/20240517_163144.jpg) |
Pemandangan dari Tuk-Tuk
|
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqvAN-TfHAtZAqxz_N2CYjPMz4pGMHDZwI_0jCecy3Rx0Msf1_1ZI_YPPZVPL1gVuKyTKkVGGDU_C2tU0JSQ1VlR7zIsqWNsidb9x_mriryH0P7PbKbjPTs-iKiQDh57TNgiaUbdEdsL5mmcZd1Vc-KpJs2O5q94EOGcgrBLUFLDrP_ZybNK_S1d0F0nc/w480-h640/20240517_163233.jpg) |
Pemandangan dari Tuk-Tul (lagi) |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIcynpwWGXL1vVlTUBZZWn7xKPgVcYstjGVm0TnrZz9DpMESPyK52oSHuhVOEToMc5oOSH2VlY51m4TrIgN5onpBYxDkrvFxikAyfw7saIFH_gVJgGZbvZpCJXbG6z8j3Sk650TWNyuf0kQEzuKkLepSpIB2ImOjV84c_xJO8theOE6qTubsNdl7OFlag/w480-h640/20240517_170803.jpg) |
Merapat ke depan tempat penginapan (bukan tempat saya menginap) |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi9YLLDsgVHodOkk3oLkYyt1dV-U_dO5ELotUlwRRFBPWBp2liNTjzRCgzHpcbefTruikfaspnIVTTEY5gTnQqugAIv5z6qoecEAopaZgRS_6szLSe9g7veONsx0pk_UCYys6SnmOZbmccptLt1M9T_ns7vFDQvngUKcTiOxYho_itcRzVzudOZlk0TpHQ/w480-h640/20240517_170336.jpg) |
Pemandangan dari Tuk-Tuk di sekitar Tuk-Tuk Siadong |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgdfVnG5nQx9cTl-0QU8izIoiB5rqnN2hmWwDetkwcMGpLC8gHnqfmjZZfE0RtcFstuvDgCyCA7xdNlXdarcnayWDA4kX0MFGlEvu4imm3t8FDVbiwlAZUkDI-NeojYjkr3oK9NzzHgy1pg6vSBue3F3sbIIYzPZIOaWmDZsZzZBQjuQaRdbI99mnuLJig/w476-h846/20240517_181809.jpg) |
Pemandangan dari teras sewaktu maghrib |
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEisPqiRKML52FP-E5ntwzyH2Kx3OYbe_mBmGixJahttNWn2WZoa2OY-X8QFxMAGoW8NaCx3CmHwpGxQe34rP6PvIwuihKFCKv_ErfIzJTN9MTVSgcxRbUING5IoGjK-hwAKK-p_70SyGiyKDHBMEJ6UbKrL_eTSCrONIpqgvGHkkkoQnkTQAIcTap89Zkg/w480-h640/20240518_081859.jpg) |
Pemandangan pada pagi hari |
Saya berjalan menuju resepsionis dan drama dimulai. Mari kita flashback terlebih dahulu. Malam sebelumnya, saya bimbang memilih tempat penginapan. Selain segi kemudahan akses mencari makan dan juga kebersihan kamar, tentu saja pertimbangan nomor satu adalah tarif per kamar. Setelah bolak-balik mengecek riviu berbagai penginapan di Google, akhirnya saya memantapkan diri untuk memilih Hotel Carolina walaupun terdapat riviu yang agak horor di Google. Reservasi hotel ini tidak bisa dilakukan dari situs travel (tertulis full-booked). Saya menemukan situsnya dan memesan dari sana. Memang ketika reservasi, tidak ada halaman pembayaran di sana. Saya pikir, kita bisa membayar ketika check-in di sana. Kita kembali lagi ke masa 'sekarang'. Resepsionis bertanya apakah saya sudah reservasi dan saya menjawab 'ya.' Resepsionis terlihat kebingungan. Usut punya usut, website tersebut sudah tidak dipakai untuk reservasi dan reservasi dapat dilakukan melalui whatsapp. Hahahaha! Merasa konyol. Parahnya, tipe kamar yang saya inginkan (re: tipe kamar termurah) sudah full booked. Mau tak mau, saya akhirnya memesan tipe kamar di atasnya. Saya bayar lunas untuk dua malam beserta deposit.
Hmmm... Mungkin ada hikmahnya, kamar termurah berada di lokasi paling belakang dengan lokasi yang menanjak. Kata reviu di Google, kamar paling belakang dekat dengan makam pemilik hotel ini. Kamar saya sekarang tepat di belakang bangunan dapur dan hanya harus menaiki beberapa anak tangga. Cahayanya cukup remang ketika di malam hari jadi harus ekstra hati-hati ketika berjalan melalui tangga. Pemandangan dari teras kamar sungguh cantik. Hanya saja, langit masih berduka. Ya sudah. Akhirnya bisa merebahkan puggung sejenak setelah seharian menenteng tas punggung dan satu tas jinjing. Malam itu terasa tenang. Saya merasa senang dengan hanya membayangkan besok saya bisa berjalan-jalan di Pulau Samosir. Malam tiba. Saya menikmati malam itu dengan mandi air hangat kemudian zoom meetig lagi! Mengenaskan.
Wulan Istri
Someone who loves books and a cup of coffee. Ice-cream and friends are perfect match according to her!
0 komentar