Hampir Menangis Karena Stipendium Hungaricum

February 16, 2018, by Wulan Istri

Jantung berdetak lebih cepat dan darah mengalir hingga berdesir saat saya melihat sebuah artikel “Hungary Scholarship 2018-2019 Call for Application” hingga akhir. Saya mencermati seluruh persyaratan dokumen dan detail program beasiswa yang ditawarkan tersebut. Uhm… Hungary, boleh juga, pikir saya saat itu. Walaupun saya tak pernah mengatakan kepada siapa pun bahwa saya menyukai Hungaria, tentu saja hati saya terpanggil setiap kali nama Budapest terdengar. Siapa pun tak akan menyanggah bahwa Budapest merupakan salah satu kota tercantik di dunia. Tentu akan sangat menyenangkan ketika kita bisa bersekolah di kota tersebut atau paling tidak di sebuah kota yang masih berada di dalam lingkaran negara tersebut.


Baiklah, bukan kota cantik yang sebenarnya menjadi focus utama saya melainkan sebuah mimpi. Sejak dulu saya ingin melanjutkan pendidikan strata satu di luar negeri. Saya memang suka jalan-jalan tapi itu bukan tujuan utama. Jalan-jalan adalah nomor sekian dalam hidup saya dan bukan sebuah prioritas. Saya hanya ingin benar-benar belajar mengenai hidup dimana saya akan hidup di tengah-tengah negara antah berantah. Bertemu dengan orang yang berbeda, hidup di tengah kebudayaan yang berbeda dan bagaimana rasanya menjadi seorang minoritas dalam menjalankan agama. Itulah yang saya cari selain ilmu pengetahuan yang bisa di dapat di bangku kuliah. 

Study in Hungary memang tak pernah terpikirkan di benak saya kala itu. Yang saya pikirkan sejak saya kecil hingga kuliah strata satu hanyalah Inggris, Amerika Serikat, Jerman dan Belanda. Hingga pada akhirnya, November lalu saya mengikuti EHEF, European Higher Education Fair, dan saya mampir ke Stand Hungary Education Ministry. Sebuah brosur berwarna hijau berhasil saya dapatkan. Dari brosur dan penjelasan staff, akhirnya sadar bahwa Hungary memang patut untuk dijadikan sebagai negara tujuan melanjutkan studi. 

Teman dekat saya mendukung untuk mencobanya dan menguatkan doa. Salah satu orang yang paling saya percaya, Echa, benar-benar membuat saya bersemangat. Saya kembali membaca dan menggali info lebih dalam. Stipendicum Hungarycum, itulah sebutan beasiswanya. Saya cermati satu-persatu kembali dengan teliti. Saya juga membuka website resminya. Beasiswa untuk Bachelor Degree memberikan biaya pendidikan, asuransi kesehatan, asrama, serta uang saku bulanan sebesar 150 Euro. Persyaratannya hanyalah transkrip nilai, motivation letter, bukti kecakapan berbahasa Inggris, surat keterangan sehat dari dokter dan mengisi aplikasi online. Tahapannya juga tidak terlalu sulit ditambah bukti kecakapan Bahasa Inggris tidak mengharuskan TOEFL atau IELTS yang harus merogoh kocek dalam-dalam untuk mengikuti tesnya. Apalagi terjemahan dokumen dalam Bahasa Inggris juga tidak memerlukan Penerjemah Tersumpah dan biaya aplikasinya gratis. Menyenangkan dan simple. 

Kita bisa memilih tiga jurusan maupun universitas tempat kita belajar nantinya. Jika kita diterima di salah satu universitas maka otomatis kita juga akan lolos mendapatkan beasiswanya. Bayangan saya belajar di sebuah kampus dengan kualitas baik di daratan Eropa sudah menari-nari di otak saya. Kemudain saya berhenti membaca, saya mencoba mengulang-ulang membacanya, dokumen harus sudah dikirim ke Lembaga Partner paling lambat 16 Februari 2018. Seakan atap rumah runtuh. Saya terkesiap sekaligus kecewa. Aku kira Allah membukakan jalan untukku melalui Stipendicum Hungaricum ini. Sedih tentu saja. Hari ini seharusnya menjadi salah satu hari paling membahagiakan dan tiba-tiba terasa hambar. Hampir saja saya menangis karena saya telat mengetahui informasi tersebut. Pendaftaran sudah dibuka sejak Desember 2017 dan ditutup pada Maret 2018 nanti. Sinyal di desa dan kuota, masalahnya. 

Saya masih sedih hingga saat ini. Namun akhirnya saya sadar. Mungkin ini cara Allah membangunkan mimpi saya yang telah lama tertidur pulas di bawah alam bawah sadar. Allah selalu memiliki cara unik untuk menyadarkan kita akan sesuatu, walaupun itu terkadang menyakitkan. Tapi saya yakin, Allah membangunkan mimpi saya karena ingin mimpi saya tetap terjaga walaupun saya sekarang sudah menempuh strata satu. Dari sini saya menyadari bahwa kita harus pandai-pandai bersyukur untuk menerima apa yang terbaik untuk kita. Namun, perlu diingat bahwa kita tidak mengetahui apa yang terbaik untuk diri kita sendiri. Yang bisa kita lakukan adalah mencoba semua kemungkinan dan biarkan Allah melakukan sisanya. Setelah itu, barulah kita tahu apakah hal tersebut yang terbaik atau bukan. Jadi tetaplah berusaha atau setidaknya mencobalah.

0 komentar

Instagram

Featured Post

Hampa

Aku berlari dan terus berlari  Rasanya lelah namun aku tak bisa berhenti  Ku berlari tanpa arah yang pasti  Tak tahu pula apa yang tengah ku...

Contact Form

Name

Email *

Message *