Malaikat di Negeri Tetangga

September 30, 2018, by Wulan Istri

Saya masuk menuju terminal keberangkatan domestik. Masih sepuluh jam lagi, saya mencari kursi yang senggang. Seorang perempuan dengan rambut dikuncir bon sedang duduk menonton film. Saya taksir usianya tidak jauh berbeda dengan saya. Kursi di sebelahnya senggang, duduklah saya di sampingnya. Saya tersenyum padanya dan dibalas. Tergoda dengan wifi, saya pun ikutan membuka netbook. Nahas. Koneksinya tidak berjalan begitu baik di laptop saya. Saya duduk dan membiarkan laptop saya terbuka. Saya ingat kalau saya belum sholat sejak ashar. 

Saya mengambil mukena dan berinisiatif mencari mushola. Karena sedikit ribet jika harus membawa tas maka saya menitipkan tas dan netbook saya yang masih terbuka. 

“I am sorry, Ms. Will you still stay here? I would like to pray first so I think I will entrust my belonging to you.”
Mbaknya sedikit kaget namun akhirnya bilang “Oh. Yes, I’ll still stay here. There is prayer room outside. You will find ‘prayer room’ and just go inside.” 

Saya keluar dan mencari dimana sekiranya letak prayer room. Saya berjalan dengan instinc saja dan ketemulah prayer room. Saya sedikit curiga karena dari luar terlihat bangku panjang tertata rapi. Saya   mendorong pintu, pintu terbuka. Saya melihat patung Yesus dan Bunda Maria di depan ruangan. Di depannya rentetan bangku panjang tertata rapi. Di dinding tergantung lukisan-lukisan yang menggambarkan sejarah perjalanan Yesus. 

Saya ragu. Tidak ada tempat wudhu sama sekali. Beberapa orang keluar masuk untuk beribadah. Kalau saya lihat, orang di sini lebih taat beragama dibandingkan dengan indonesia. Di sela kesibukannya mereka menyempatkan untuk beribadah. Karena tak ada air wudhu maka saya tayamum dan menggelar jaket saya untuk sajadah. Karena tidak enak, saya memohon izin kepada salah satu jemaat yang beribadah di kursi saya “Sir, I am sorry. May I pray here?” dan beliau mengangguk sambil tersenyum. Sepertinya taka da rasa keberatan. Ditambah lagi saat itu saya harus menghadap kiblat yang mana artinya saya harus membelakangi patung Yesusnya. Saya hanya merasa kurang enak. Dan sampai akhir ibadah, Alhamdulillah lancar-lancar saja tanpa ada orang yang memandang aneh ataupun menggusur. 
Seorang Filipino yang sedah beribadah di dalam prayer room.

Saya kembali ke ruang transit dan menemukan laptop serta tas saya masih utuh. Pun wanita itu masih di sana. Saya tersenyum padanya, mengucap “Thank you,” dan duduk di sampingnya. 

Singkat cerita kami saling tukar cerita dari mana asal kami. Ternyata dia berasal dari sebuah kota bernama Dabao City. Englishnya bagus, ya, bisa dibilang lebih bagus dari saya. Karena penasaran, saya mencoba menanyakan apakah dia masih mahasiswa atau SMA. Jawabannya tak terduga: sudah bekerja dan usianya sudah 31 tahun! Shock? Pasti. Usut punya usut, dia bekerja di salah satu e-commerce jadi kerjanya lebih banyak di rumah. Namun, ada saatnya dia harus ke Luar Negeri atau ke daerah Philippines yang lain.

Akhirnya kami saling cerita mengenai kehidupan kita. Dia kaget ketika mengetahui saya datang ke Philippines dengan modal nekat saja apalagi dengan cerita bagaimana saya bisa sampai di sini. Ketika ia bertanya “Where will you stay?” saya hanya menjawab sekenanya sambil tertawa, “I don’t know. Maybe mosque or a store which opens 24 hours.” Setelah itu, dia mencoba mencari tahukondisi Iloilo. Mencari tahu penginapan murah mana yang bisa menjadi alternatif dan info lainnya. “Oh, there are 7eleven Store in Philippines and most of them are 24 hours. Oh yes, righ here, there is 24 hours of McD,” sambil menunjukkan map lewat HP Oppo-nya.
Singkat cerita setelah perbincangan tersebut dia mendapatkan telepon dan berbicara dalam bahasa yang tidak saya kenali. Entah tagalog atau Vissayas. Dia duduk kembali setelah menerima telepon dan duduk kembali. 
Me and Ms. Lily

“Ehm, because you are not a Filipino and you don’t really know about the situation in Iloilo so I am not sure with the safety. I know if Philippines is safe but I just worries. So, because you are tourist and I wanna make sure that you will stay safe there and let me book a room for you.”
“No, It’s okay. Ms. I am usually to be like this. I often go anywhere alone in mess situation.”
“Come on. I just want to help you. Moreover, my boss will pay for this.”
“No, it’s okay. I am really okay.”
“Just come on. What is your name and your ID number. However it’s not a big amount for me when we have a job”
“I will give it but with one requirement. What can I do for you?”
“You just have to do nothing. Just give me your id card.”
“No.”
“Alright, you can change it when you will get to work or when I and my husband will visit you in Indonesia you just have to meet me.”
“Deal!” dan saya memberikan KTP saya. “This is my ID card from Indonesia. You can take a photo of it and save it.” Saya menangis.
“Why are you crying? Don’t cry.” Tetap saja saya tak bisa tak menangis karena saya melankolis.
“Why do you trust me? Because you don’t really know me and we’ve just meet for hours.”
“So, why did you trust me by entrust your belonging to me? That laptop and your bag? It means that you trust me and so do I. Next time, don’t be easy to entrust your belonging in Filipino, there might some people who is not good. I don’t mean that Filipino are not good but just there is still possibility that they can do crime.”

Beberapa menit kemudian, sebuah kamar sudah terbooking atas nama saya. Dan saya sama sekali tidak mengeluarkan uang. Ms. Lily Bin, thank you so much!

0 komentar

Instagram

Featured Post

Hampa

Aku berlari dan terus berlari  Rasanya lelah namun aku tak bisa berhenti  Ku berlari tanpa arah yang pasti  Tak tahu pula apa yang tengah ku...

Contact Form

Name

Email *

Message *