Hectic di Bandara
September 29, 2018, by Wulan Istri
Saya duduk di ruang tunggu
Bandara Soekarno-Hatta sambil menunggu check in yang masih sekitar dua jam
lagi. Sembari menunggu, saya sibuk mencari dimana mushola dan ATM center
berada. Karena tak bisa menemukan ATM yang lengkap (re: agar tidak terkena
biaya administrasi) akhirnya saya duduk-duduk sambil wifian. Uhm… tak hanya
wifian saja sebenarnya tapi saya juga sempat berfoto dengan gambar Pak Jokowi. Mendekati
waktu check in saya seliweran mencari info penerbangan. Kok gak ada ya penerbangannya? Semuanya kok ke Malaysia dan negara
lain. Oh mungkin belum buka. Saya mencoba positive thinking dan duduk
santai kembali. 15 menit lagi menjelang pukul 11.00 saya gusar karena di papan
informasi masih belum tercantum penerbangan saya. Saya bertanya ke petugas
bandara dan ternyata saya berada di terminal 3D bukan 2D! Saya sedikit panik
tapi berusaha menguasai diri.
Saya bingung, jarak bandara 2D
dan 3D cukup jauh, apalagi jika hanya berjalan kaki sambil menenteng koper.
Akhirnya pilihan jatuh kepada skytrain walaupun harus menunggu sekitar tujuh
menit lagi. Di dalam skytrain pun saya terbayang-bayang bagaimana jadinya jika
saya ketinggalan pesawat? Berapa juta lagi yang harus saya keluarkan untuk
membeli tiket? Saya tidak bisa membayangkan apa yang harus saya lakukan jikalau
itu benar-benar terjadi. Saat itu saya teringat akan pengalaman Elle dan Chan
yang ketinggalan check in pesawat hanya beberapa menit saja. Sesampai di
Terminal 2D saya berlari menuruni escalator dan mencari tempat check in. Rasanya
saya sudah hampir menangis, apalagi harus menyela pengunjung bandara yang lain.
Ditambah lagi anak-anak SMA yang sepertinya mau study banding ke luar negeri
cipika-cipiki dengan ibunya di antrian. Kesal. Semakin menambah durasi nih, pikir saya Alhamdulillah, ternyata masih
bisa check in. Kala itu saya sangat
hectic. Benar-benar hectic.
Tak ada yang special dalam
perjalana Jakarta-Manila. Saya hanya sedikit girang karena saya bisa melihat
awan sewaktu sunset dari atas pesawat dan beruntungnya saya mendapatkan tempat
duduk di dekat jendela. Selain itu, Bapak-Bapak di sebelah saya meminjamkan
pulpennya kepada saya ketika harus mengisi formulir bea cukai tanpa diminta.
Nice.
Hal pertama yang saya lakukan
ketika sampai di Nino Aquino International Airport (NAIA) ialah mencari mesin
ATM. Saya memasukkan ATM B*N saya yang berlogo visa namun kartu keluar lagi.
Saya coba sekali lagi, hasilnya sama: kartu ditolak. Saya sedikit shock karena
atm saya ini sudah berlogo Visa. Untungnya lagi saat di Bandara Soekarno-Hatta
saya masih sempat membagi saldo ke dalam dua rekening. Alhamdulilla, kartu BCA
bisa dipergunakan. Sedikit info, biaya penarikan tunai di ATM (saya lupa ATM
Bank apa) untuk kartu BCA dikenakan tarif 250 Peso atau sekitar IDR. 75.000. Cukup
sedih karena saya hanya mengambil 1000 Peso sedangkan potongannya 25% dari uang
yang saya ambil.
Setelah itu saya berniat untuk
menukar voucher free traveler SIM. SIMnya memang gratis namun sayang paket data
tetap harus membayar dan bagi saya yang hanya memegang 1000 peso harga tersebut
termasuk mahal. Akhirnya saya mundur dan hanya mengandalkan wifi bandara. Saran
saya jika ke Philippines memang sebaiknya mempunyai SIM untuk memudahkan
komunikasi dan browsing mengenai informasi yang dibutuhkan. Pergunakanlah free
traveler SIM yang bisa didapatkan di hampir setiap sudut bandara.
Kala itu hujan cukup deras.
Dengar-dengar terjadi banjir di beberapa titik di Filipina. Mencari aman
(re:kehangatan), saya langsung menuju terminal penerbangan domestic untuk
melanjutkan connecting flight. Dan ternyata di dalam malah dingin luar biasa. Sayangnya,
saya harus transit selama 12 jam. Akhirnya saya harus tidur di bandara yang
ACnya sangat dingin karena saya memang agak bermasalah dengan AC yang terlalu
dingin.
“Finally here I am after the
super duper hectic experience!”
0 komentar