Independent Thinking

April 01, 2021, by Wulan Istri

Suatu waktu, seorang teman bertanya kepada saya tentang magang. Dia berkata bahwa dirinya ingin belajar (lagi) lewat magang. Saat itu, ia bingung untuk memilih tempat magang antara di Puskesmas maupun di dinas kesehatan. Singkat cerita, dia meminta saran saya sebagai seorang teman yang pernah magang di Puskesmas maupun di dinas kesehatan. Saya tak bisa memberi saran banyak, jawaban yang bisa saya berikan hanyalah ‘Pilih tempat yang kamu ingin pelajari di dalamnya.’ 

Sekitar seminggu kemudian, saya meneleponnya dan bertanya tentang bagaimana kelanjutan rencana magangnya. Dari ujung telepon dia menjawab bahwa dia tidak jadi magang. Saya kaget. Refleks menerka apa yang terjadi gerangan. Apakah masalah transportasi yang jauh sehingga akan menghabiskan uang yang cukup banyak? Atau yang lain? Usut punya usut, dia tidak jadi magang karena saat dia berkonsultasi dengan dosen pembimbingnya, dosen pembimbingnya berkata ‘…tidak usah…’. Di sisi lain, ibunya yang mendengar percakapan tersebut juga akhirnya menyetujui perkataan dosen tersebut hingga akhirnya dia membatalkan rencana magang. I was thinking ‘Is that the only reason? Is there any?’ God! I can’t believe it!

Jujur, saya saat itu sangat kesal dan marah tapi lebih ke kecewa. 

Sangat kecewa. 

Apakah mendengarkan dan menuruti perkataan dosen adalah sesuatu yang tidak bagus? Tentu saja tidak! That’s a good thing. The one that I matter is the fact that she is mature enough to decide something in her life. Ketika kita meminta saran, saya harap kita tidak menerimanya mentah-mentah atau menyetujuinya 100%. Meminta saran berarti kita meminta pendapat orang lain yang notabene pasti memiliki pandangan yang berbeda (bukankah setiap individu itu berbeda?). Dengan meminta saran pun berarti kita harus siap memilah mana yang harus ‘diambil’ dan mana yang harus ‘dibuang’. Saya rasa, dia tidak benar-benar menimbang pendapat yang dia terima dengan pendapatnya pribadi. 

Kenapa tulisan saya jadi tidak terstruktur begini? Baik, saya masih sedikit jengkel. 


When you have two choices. Sometimes, you have more options. 

Apa yang ingin saya sampaikan adalah… please know yourself, know what you want. Terkadang, hidup terlalu membingungkan bagi kita yang sama sekali tak bisa menebak apa yang akan terjadi di detik selanjutnya. Sehingga, kita perlu memiliki rencana untuk menghadapi masa depan. Tak jarang, kita menjadi bingung dengan rencana kita dan menanyakan ‘Am I doing right? Apakah rencanaku ini merupakan rencana yang tepat untuk kuambil?’ Jujur, saya juga sering merasakannya. Ketika kita bingung dan tak yakin dengan rencana kita, kita biasanya akan bercerita pada orang lain dan meminta saran. Saya biasanya selalu berpesan kepada orang-orang di sekitar saya untuk memilih orang yang tepat untuk bercerita dan meminta pendapat. Terlebih lagi apabila hal yang kita ‘mintakan’ pendapat menyinggung masa depan kita. Kita harus berhati-hati dalam memilih ‘orang yang tepat’.

Selain memilih orang yang tepat, baiknya kita juga harus memiliki ‘persiapan’. Sebelum saya meminta saran, saya biasanya sudah bertanya pada diri sendiri, ‘Apa yang sebenarnya saya inginkan? Jika saya membuat rencana X, apa plus dan minus-nya? Jika saya memilih Y, apa plus minusnya?’. Jika ada yang membatin ‘Aku ‘kan meminta saran karena bingung, bagaimana bisa aku berpikir beberapa alternatif solusi?’ Nah, di situ letak salahnya, banyak orang datang meminta saran tanpa tahu apa yang dia inginkan. Oleh karenanya, pemberi saran juga akan sedikit bingung ketika memberikan saran dan akhirnya memberikan saran yang general atau umum. Pada akhirnya, peminta saran akan bingung dan berakhir untuk menerima atau melakukan saran yang diberikan. 

May I say this? Don’t even come to ask an opinion with an empty glass. Jangan pernah datang meminta pendapat/saran dengan gelas kosong. Setidaknya, isilah gelasmu setengahnya. Sehingga, kamu masih memiliki kesempatan untuk mengisinya dengan pendapat orang lain (jika itu baik) atau kamu juga bisa mengisinya dengan pendapatmu sendiri setelah kamu rasa saran yang diberikan tidak sesuai dengan dirimu. Ketika kamu meminta pendapat dengan kondisi gelas penuh, kamu tidak akan bisa melihat pendapat baik yang diberikan orang lain karena sebetulnya kamu tidak perlu pendapat mereka dan hanya perlu validasi. Ketika pendapat mereka sebetulnya bagus namun tidak sejalan denganmu, you’re gonna throw it away. Sebaliknya, jika kamu datang dengan gelas kosong, gelas tersebut akan penuh dengan pendapat mereka. Kondisi yang ideal untuk meminta pendapat adalah ketika kita telah mengisi gelas kita setengahnya, dalam artian kita sudah tahu apa yang kita inginkan beserta argumen di dalamnya.

Independent thinking. Berpikir mandiri. Berpikirlah mandiri. 

The plus and minus. I ended up turned my decision since I realized that 'contribution' is the most essential thing.

Tak mengapa untuk meminta pendapat orang lain but please make sure you have your own argument. Saya sendiri biasanya lebih banyak menolak pendapat orang lain karena saya telah menimbang berbagai rencana saya sehingga saya bisa menimbang pendapat mereka. Namun, saya juga pernah menerima saran orang lain sehingga membuat saya mengubah rencana saya 180 derajat. Saat itu, saya bingung memilih tempat untuk menjadi relawan, antara Puskesmas X atau Puskesmas Y. Saya akhirnya setuju dengan saran teman saya karena saya memang tidak pernah terpikirkan ‘hal’ tersebut. Dengan saran teman, akhirnya saya memutuskan Puskesmas mana yang akan saya ambil dan telah siap dengan konsekuensi yang akan saya ambil berbekal dengan argumen saya sebelumnya. 

Regretting for years. A conversation with a friend. Last week. 


Sometimes, we had already plans and we need validation only. Yes! I agree with that sentence.
Tapi, dengan gelas yang masih tersisa tempat untuk mengisi, kita masih tetap bisa menerima saran-saran yang bagus untuk menambahkan atau memperbaiki rencana yang telah kita rancang sebelumnya. Setidaknya, kita tidak akan pernah kehilangan prinsip hidup kita dan apa yang ‘kita inginkan’ dalam hidup. Pun saya rasa yang terpenting adalah, kita tidak akan terlalu menyesal apabila ternyata rencana tersebut tidak berjalan sesuai dengan harapan. 

Saya merupakan orang yang mudah menyesal, terlebih apabila saya mengikuti ‘apa kata orang’ kemudian saya merasa tidak ‘fit well’ di dalamnya. Sungguh, akan sangat susah untuk melupakan penyesalan tersebut dan rasanya sangat tidak nyaman. Jadi, saya akan lebih sering untuk berpikir mandiri. Pun kalau rencana gagal, setidaknya itulah yang benar-benar saya mau. I will regret it less compare to doing what somebody else’s said. 

P.s Saya dulu SBMPTN gagal pada tahun pertama sehingga harus gap-year. Menyesal? Pasti. Tapi, saya akan jauh lebih menyesal apabila saya tidak mengikuti kata hati saya dengan segala konsekuensinya. Saya menganggapnya sebagai proses belajar untuk lebih realistis (saya tipe orang yang lebih sering bisa belajar kalau mengalami sendiri). 

P.p.s Setelah menulis ini, saya juga jadi takut kalau dikemudian hari saya melakukan hal yang sama. Tapi seandainya kita harus menulis saat kita sudah expert, there would never be a book, a discovery journal, or anything cause basically, people will feel less-knowledgable after so many attempts and learnings, right?

0 komentar

Instagram

Featured Post

Hampa

Aku berlari dan terus berlari  Rasanya lelah namun aku tak bisa berhenti  Ku berlari tanpa arah yang pasti  Tak tahu pula apa yang tengah ku...

Contact Form

Name

Email *

Message *