Sebuah Buku: The Wheel on The School
August 10, 2022, by Wulan IstriBeberapa bulan yang lalu saya menemukan buku berbahasa Inggris di Perpustakaan Daerah Sukoharjo. Bukunya terkesan lawas namun masih cukup cantik pertanda jarang dipinjam. Ketika saya melihat bagian sampulnya, saya langsung menangkap nama pengarangnya yang terdengar seperti nama Belanda. Benar saja! Ternyata memang pengarangnya orang Belanda. Judul bukunya adalah The Wheel on The School dengan Meindert deJong sebagai pengarangnya. Buku tersebut merupakan buku anak-anak namun saya tetap tertarik meminjamnya karena buku berbahasa Inggris di sana sangat minim.
Pada awalnya saya tidak memiliki ekpektasi lebih terhadap buku ini. Saya tahu kalau di sampulnya tertulis ‘Winner of Newbery Medal’ tapi saya tidak tahu seberapa gengsinya medali tersebut bagi seorang penulis. Namun berkat penghargaan tersebut, saya semakin yakin untuk membacanya karena saya pernah membaca buku karangan Scot O’dell yang berjudul The Blue Dolphin yang juga menyabet gelar tersebut. Sejauh saya membacanya, saya menyukainya. Jadi, saya pikir tidak ada salahnya untuk membaca.
Buku ini mengisahkan tentang sekawan
di sebuah desa yang bernama Shora dan terletak di dekat bendungan laut. Sekawan
tersebut terdiri dari lima laki-laki dan satu perempuan. Hanya mereka berenam
yang merupakan anak usia sekolah di Shora sehingga satu kelas hanya diisi oleh
mereka berenam. Penduduk Shora tidak terlalu banyak sehingga warga dapat
mengenal satu sama lain dengan cukup baik. Sebagian besar penduduk Shora
bermata pencaharian sebagai nelayan. Suatu hari di sekolah, Lina tiba-tiba
menyeletuk kepada gurunya ketika pelajaran aritmatika sedang berlangsung. Dia
berkata bahwa dirinya membuat esai tentang bangau dan ingin membacakannya di
depan kelas. Tak disangka, gurunya memperbolehkannya untuk membacakan esainya
di depan kelas dan menunda pelajaran aritmatika untuk sementara.
Lina membacakan esainya tentang
bangau yang juga berisi pertanyaannya mengapa tidak ada bangau di Shora
sedangkan bangau dapat ditemukan dengan mudah di desa tetangga. Setelah Lina
selesai membacakan esainya, Sang Guru mengajak murid berdiskusi untuk menemukan
jawaban atas pertanyaan Lina. Mereka saling mengemukakan pendapat namun belum
menemukan jawaban yang pasti. Mereka mulai bermimpi tentang bangau di Shora. Akhirnya,
guru memberikan tugas kepada mereka untuk mencari tahu kira-kira apa saja yang
menyebabkan ketiadaan bangau di Shora. Diskusi tersebut berlanjut hingga esok
hari dan murid-murid mencoba mencari tahu perihal Bangau kepada siapapun yang
mereka temui.
Diskusi tersebut kemudian menghasilkan
kesimpulan bahwa tidak adanya bangau di Shora dapat disebabkan oleh beberapa
hal seperti tidak adanya pohon di Shora, tidak adanya roda di atas atap rumah
warga yang runcing, dan lain sebagainya. Oleh karenanya, guru mendorong siswa
untuk mewujudkan mimpi mereka tentang bangau di Shora dimulai dengan memulai
suatu hal kecil, yaitu memasang satu roda di atap sekolah Shora. Berbagai upaya
mereka lakukan mulai dari mencari roda yang pas dan tepat untuk bangau,
membujuk ayah mereka untuk mau memasangkan roda ke dalam genting, dan berbagai
usaha mereka yang pada akhirnya menumbuhkan rasa kepercayaan diri, saling
hormat dan percaya, persahabatan, serta kerjasama. Pada akhirnya mereka mampu memasang
roda di atap sekolah dan mendatangkan bangau untuk bersarang di roda itu pada
musim migrasi.
Kesuksesan itu tak lepas dari
dorongan Sang Guru dan bantuan seluruh warga Shora. Warga Shora sangat
mendukung ide tersebut dan turut membantu dalam berbagai hal. Para anak-anak
juga cukup berani dan kreatif dalam bernegosiasi serta mencari cara untuk mengembalikan
bangau di Shora yang telah lama tidak ada.
Buku ini sangatlah ringan namun
penuh makna. Alurnya biasa saja, ceritanya juga sederhana namun tetap mengalir.
Saya sering terkejut saat membaca buku ini. Saya terkejut dengan
‘ketidak-kakuan’ guru dalam mengajar, saya terkejut dengan apa yang dilakukan
guru ketika mendorong murid untuk berpikir, dan masih banyak hal lainnya. Jika
ditanya, apa yang paling disuka dari buku ini tentu saja kalimat-kalimatnya
yang sangat quotes-able. Buku ini begitu ringan dan tidak lebay seperti
kebanyakan buku cerita anak-anak di Indonesia yang kadang ceritanya ‘agak
maksa’ seperti menangkap pencuri atau yang lainnya. Buku ini lebih realistis
namun tetap penuh petuah.
Secara personal, tidak ada
komentar buruk tentang buku ini dan menurut saya, buku ini sangat layak dibaca
untuk mengisi waktu luang.
0 komentar