Turut Bahagia
August 27, 2022, by Wulan IstriBeberapa hari yang lalu salah satu teman saya telah menjalani promosi doktor yang berarti bahwa dia telah berhasil menyelesaikan studi strata tiga (S3). Dia kuliah di salah satu universitas top di Indonesia yang mana kampusnya terletak di Depok. Jujur saja, walaupun dia bukan teman dekat saya, saya ikut bahagia ketika mengetahui kabar tersebut. Saya senang bukan kepalang and I had a good mood for the rest of the day. Tak hanya itu, bulan lalu saya juga mendapatkan kabar bahwa teman saya telah menyelesaikan studi masternya di universitas yang sama dan akan segera wisuda bulan depan. What a good news!
Sekarang, saya tak lagi insecure dan tidak lagi pusing-pusing
akibat overthinking. Sebaliknya, saya
malah turut merasa bahagia sekaligus bangga karena mereka bisa meraih apa yang mereka
usahakan dan harapkan walaupun jujur saja saya merasa tidak berkontribusi
apa-apa. But that feeling was real! I am
super excited and happy for real!
![]() |
Dinamis. Terus Bergerak. |
Saya tiba-tiba terpikir untuk
menceritakannya kepada Satriyo yang saya curhati masalah my insecurity towards my circle sewaktu perjalanan pulang dari Pantai Siung. Masih ingat sekali kala itu saya kira-kira bilang begini "Aku sebenernya agak tertekan, temen-temenku yang emang sejak dulu pengen kuliah ada yang sekarang S2 di Jepang, S2 di Eropa dapet Erasmus, S2 UI, bahkan ada yang sekarang udah S3 di UI!" Saya pun juga bercerita tentang apa yang saya alami akhir-akhir ini termasuk bacaan saya. Dari sanalah saya mendapatkan rekomendasi beberapa buku untuk dibaca. Jadi, buru-buru saya sampaikan padanya lewat pesan teks WhatsApp.
![]() |
Membagi Kabar Gembira |
To be frank, this is one of my biggest achievement in my life! Saya
sempat mengoceh pada Satrio bahwa saat itu saya sudah berusaha selama
bertahun-tahun untuk bisa ‘merasa’ tulus dan bahagia tanpa tanpa syarat atas
keberhasilan teman. “Jujur saja dulu
ketika ada orang lain yang berhasil, aku seperti merasa iri. Dengki sih engga
tapi iri. Ikut bahagia sih iya, aku ikut ngucapin dan nyelametin juga tapi
rasanya kek aku nggak bisa benar-benar tulus, ada perasaan iri sampai aku
deg-degan. Separah itu jiwa kompetitifku.” Mulai masuk kuliah, saya
berusaha untuk membuang jiwa-jiwa kompetitif yang salah itu. Saya ingin berkompetisi
dengan saya sendiri, belajar menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri
serta mencoba lebih keras untuk berpaku pada proses. Saya merasa bahwa saya
telah cukup sukses mengalahkan ego pada diri saya. Ketika mendengar promosi doktor
dan kelulusan master teman saya, saya sama sekali tidak merasakan keirian dan
kedengkian melainkan rasa ikut bahagia dan bangga yang murni dan tulus serta sedikit
motivasi untuk bisa mengikuti kegigihan mereka dalam melanjutkan studi.
This is crazy! Is this even real? I have been becoming a new version of me!
I am. Glad. And. I am. Very. Proud of. That.
0 komentar